Soal Besaran BPIH, BPKH: Kita Tunggu Putusan DPR dan Pemerintah Saja
IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Ketok palu nilai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2023 dijadwalkan akan dilakukan pada Selasa (14/2/2023). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah akan memutuskan ongkos haji tahun ini di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Anggota Badan Pelaksana BPKH Periode 2022-2027, Amri Yusuf, belum bisa memprediksi berapa nilai yang akan ditetapkan pemerintah bersama dengan Komisi VIII DPR.
Sebaiknya, kata dia, masyarakat menunggu saja besaran BPIH yang akan segera ditetapkan besok.
“Sebaiknya kita tunggu saja putusan Komisi VIII dan Pemerintah besok. Karena mereka sedang berunding dan melakukan kajian, berapa BPIH dan Bipih (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) yang memenuhi prinsip berkeadilan dan berkelanjutan,” ujar Amri saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (13/2/2023).
Sebelumnya, atas nama pribadinya, Amri sendiri telah menawarkan tiga solusi untuk menyelesaikan kontroversi biaya haji 2023. Menurut dia, harus segera disepakati dan ditemukan prinsip penting yang mungkin perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan formula BPIH yang berkeadian dan berkelanjutan serta sekaligus memenuhi standar istito’ah.
Prinsip pertama, menurut dia, sudah saatnya komposisi antara Bipih dan Nilai Manfaat diatur dalam proporsi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk menjaga keberlanjutan dana haji dan kepentingan jamaah tunggu, maka proporsi nilai manfaat yang digunakan untuk membantu (financial support) jamaah berangkat seyogyanya lebih rendah dari BIPIH.
Menurut Amri, proporsi tersebut trennya ke depan secara gradual seyogyanya semakin menurun, hingga ditemukan batas maksimum bantuan (financial support) dari nilai manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Akibat logis dari financial support dari nilai manfaat yang semakin menurun, maka distribusi ke virtual account (VA) akan meningkat signifikan. “BIPIH plus VA yang berhasil diakumulasi oleh jamaah tunggu, ke depan diharapkan bisa menjadi entry point menuju pola pembiayaan biaya haji atas kemampuan sendiri dari saldo setoran masing-masing jamaah (self financing),” jelas Amri.
Kedua, kontribusi atau bantuan keuangan (financial support) dari BPKH untuk jamaah berangkat, sudah saatnya diarahkan kepada pos-pos biaya yang lebih spesifik dengan pola yang ajeg. Menurut dia, kebijakan ini akan membuat pembiayaan dari nilai manfaat BPKH lebih prediktif dan memudahkan dari sisi budgeting.
Menurut Amri, pendekatan ini juga akan memberi ruang kepada BPKH untuk lebih fokus melakukan efisiensi biaya tersebut secara langsung.
Misal, BPKH diberi tanggung jawab untuk mengcover biaya pesawat, maka dengan amanah tersebut, dimungkinkan BPKH melakukan negosiasi atau pembicaraan langsung dengan pihak maskapai. Begitu juga jika tanggungjawab tersebut diarahkan untuk memberi dukungan terkait penginapan atau akomodasi.
Ketiga, skema BPIH yang berkeadilan dan berkelanjutan tersebut seyogyanya dicantumkan secara spesifik dalam regulasi terkait, seperti UU, PP atau Perpres sehingga, menurut Amri, BPKH memiliki dasar berpijak yang kuat untuk memberikan financial support dari nilai manfaat kepada jamaah yang berangkat.
Apabila regulasi formulasi BPIH yang berkeadilan dan berkelanjutan diatur secara konkret dan jelas, maka kontroversi atau polemik soal biaya haji tidak lagi berulang setiap tahun musim haji.
“Tiga solusi yang saya tawarkan tersebut mudah-mudahan bisa menyelesaikan kontroversi dan polemik biaya haji yang selalu berulang setiap tahun musim haji,” kata Amri.