Penyakit Ancaman Terbaru Turki Usai Kekurangan Air Pasca Gempa

Kekurangan air meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air.

EPA-EFE/JOAO RELVAS
Seorang penyintas berjalan di sekitar kerusakan bangunan yang runtuh di ibu kota Antakya, Provinsi Hatay, provinsi paling selatan Turki setelah gempa kuat, Sabtu (11/2/2023).
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, KAHRAMANMARAS -- Lebih dari sepekan setelah rumah hancur akibat gempa mematikan yang melanda Turki selatan, tubuh Mohammad Emin masih tertutup debu dan kotoran. Seperti banyak korban lain dari bencana yang menewaskan lebih dari 41 ribu di Turki dan Suriah, dia masih menunggu untuk mandi.

Baca Juga


Kesulitan membersihkan diri tidak dipungkiri akibat kekurangan air bersih. Padahal menurut badan kesehatan internasional kondisi itu menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat.

"Kami belum bisa membilas sejak gempa," kata mahasiswa desain grafis berusia 21 tahun sambil membawa obat flu dari klinik stadion terbuka yang berfungsi sebagai kamp pengungsi di kota Kahramanmaras.

Emin mengatakan, tidak ada pancuran di atau dekat kamp dan enam toilet di stadion tidak cukup untuk memenuhi permintaan. Sebagian besar infrastruktur sanitasi di kawasan itu rusak atau tidak dapat dioperasikan akibat dua gempa bumi berkekuatan 7,8 dan 7,6 pekan lalu lalu.

Otoritas kesehatan Turki menghadapi tugas berat dalam upaya memastikan bahwa para penyintas, banyak tunawisma, sekarang tetap bebas dari penyakit.

Seorang dokter di klinik tempat Emin berobat Akin Hacioglu mengatakan, melayani hingga 10 ribu orang pada siang hari. Padahal hanya ada antara 15 dan 30 petugas medis mengoperasikan fasilitas kesehatan satu-satunya di kamp tersebut.

Petugas medis menawarkan suntikan tetanus kepada warga yang memintanya. Hacioglu menyatakan, mereka juga mendistribusikan perlengkapan kebersihan dengan sampo, deodoran, pembalut, dan tisu.

Arif Kirici telah berlindung di stadion yang sama dengan Emin sejak dia menggali dirinya dan ibunya dari rumah mereka yang runtuh pada hari gempa. Dia juga tidak bisa mandi dan mengganti pakaian seperti beberapa penghuni kamp lainnya.

Kota Antakya terletak lebih jauh ke selatan menuju perbatasan Suriah memiliki jumlah toilet portabel yang lebih banyak dibandingkan hari-hari pertama setelah gempa. Namun banyak penduduk mengatakan masih banyak yang dibutuhkan.

Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Turki Batyr Berdyklychev mengatakan, kekurangan air meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air dan wabah penyakit menular. WHO bekerja sama dengan otoritas lokal untuk meningkatkan pemantauan penyakit yang ditularkan melalui air, influenza musiman, dan Covid-19 di antara mereka yang mengungsi.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler