Aduan Meningkat, Campaign.com Ajak Publik Hentikan Perundungan

Perundungan seolah telah menjadi budaya yang mengakar dan peristiwanya terus-menerus.

Istimewa
Campaign.com menggelar kampanye untuk memutus rantai perundungan.
Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--- Perundungan masih menjadi masalah serius di berbagai penjuru negeri. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama periode 2016-2020 terdapat aduan 480 anak yang menjadi korban perundungan di sekolahnya. Tiap tahun, kasus ini semakin meningkat kisaran 30-60 kasus. Bahkan, Indonesia menduduki peringkat kelima dalam kasus perundungan. 

Baca Juga


Sementara itu, data Programme for International Students Assessment (PISA) menunjukkan, anak dan remaja di Indonesia mengalami 15 persen intimidasi, 19 persen dikucilkan, 22 persen dihina, 14 persen diancam, 18 persen didorong sampai dipukul teman dan 20 persen digosipkan kabar buruk. 

Menurut Senior Public Relations Campaign.com, Gita Hermanda, berdasarkan keterangan KPAI, penyebab perundungan bisa diakibatkan oleh paparan konten kekerasan yang ada di media sosial. Konten media sosial yang tidak tersaring membuat anak cenderung meniru aksi kekerasan dan penghakiman sosial seperti yang terjadi di dunia maya tersebut. 

"Seharusnya sekolah bisa membaca kondisi kejiwaan masing-masing siswa. Namun, sayangnya, biasanya di sekolah hanya mempunyai satu guru konseling, sehingga sulit untuk memberikan perhatian intensif pada tiap murid," ujar Gita dalam siaran persnya yang diterima Republika.co.id, Selasa (21/2).

Sejalan dengan permasalahan ini, kata dia, Campaign.com berkolaborasi dengan Yayasan Teruntuk Jejak Kebaikan mengadakan kampanye #AksiSalingJaga di aplikasi Campaign #ForChange. 

Sementara menurut Founder of Yayasan Teruntuk Jejak Kebaikan, Ghassani Salsabila, kampanye ini merupakan aksi nyata yang diperlukan untuk memutus mata rantai perundungan. “Perundungan seolah telah menjadi budaya yang mengakar, peristiwanya terus-menerus terjadi. Mirisnya, perundungan seringkali terjadi di sekolah, tempat yang seharusnya menjadi pelindung paling aman," katanya. 

Salah satu penyebabnya, kata dia, adalah kurangnya edukasi bagi guru, orang tua, dan masyarakat umum akan akibat perundungan yang menimpa anak-anak. Harapannya, kampanye ini dapat memutus budaya perundungan dan meningkatkan kesadaran bahwa isu ini tidak bisa lagi dianggap remeh.

Menurutnya, dalam Kampanye #AksiSalingJaga, masyarakat tidak hanya diajak melakukan aksi pencegahan perundungan. Setiap aksi kampanye yang diselesaikan akan dikonversi menjadi donasi sebesar Rp 25.000 untuk Denai Aksara 2023. 

“Denai Aksara adalah project sosial tahunan yang bergerak dalam bidang literasi dan pendidikan dengan rangkaian kegiatan, yaitu donasi buku dan edukasi interaktif lewat buku Cerita Cita yang akan dilaksanakan secara virtual dalam one-day event. Audiens yang akan dilibatkan adalah anak-anak di taman baca, rumah belajar, dan sejenisnya,” papar Ghassani.

Cara berkampanye, kata dia, sangat mudah. Netizen hanya perlu mengunduh aplikasi Campaign ForChange yang tersedia di App Store atau Google Play Store, lalu cari kampanye #AksiSalingJaga, kemudian lakukan 2 aksi sesuai instruksi. Kampanye #AksiSalingjaga dilakukan dengan cara yang unik dan seru, yakni mengunggah foto bersama keluarga, teman dekat, atau orang yang disayang. Aksi selanjutnya adalah mengunggah foto bertuliskan kalimat dukungan untuk para penyintas perundungan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
 
Berita Terpopuler