Pedagang Sekitar Masjid Al Jabbar Keluhkan Rencana Penutupan
Pedagang di sekitar Masjid Raya Al Jabbar mengeluhkan rencana penutupan jelang puasa.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil mengumumkan penutupan sementara Masjid Al Jabbar mulai Senin (27/2/2023) besok. Penutupan ini, ditujukan untuk persiapan menyambut bulan Ramadhan. Masjid yang berlokasi di kawasan Gedebage, Kota Bandung ini dikabarkan baru akan kembali dibuka pada 13 Maret 2023 mendatang.
“Menyambut bulan suci Ramadan, Masjid Raya Al Jabbar akan ditutup sementara sesuai jadwal dari Senin 27 Februari-13 Maret, untuk penyempurnaan, perbaikan dan penataan ketertiban setelah dua bulan dibuka dengan antusiasme jamaah yang luar biasa dan dinamika," ujar Emil melalui keterangannya beberapa waktu lalu.
Salah satu pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Masjid Al Jabbar, Nine Sulistyawati (33 tahun) mengatakan cukup kecewa dengan rencana penutupan sementara ini. Meski begitu, dia mengaku tidak memiliki pilihan selain mengikuti keputusan pemerintah.
“Kalau dari sisi pedagang mah emang rugi ya, pemasukan nggak ada, tapi kalau untuk kedepannya entah itu kebersihan atau ketertiban ya bagus, tapi tetap sangat disayangkan (ditutup sementara),” kata Nine saat ditemui di lapaknya di kawasan Masjid Al Jabbar, Gedebage, Kota Bandung, Ahad (26/2/2023).
Warga asli Gedebage ini mengaku telah berjualan di sekitar masjid ikonik Bandung ini sejak dua bulan lalu, atau setelah Masjid Al Jabbar diresmikan. Dia menuturkan, sejak keberadaan Masjid Al Jabbar, perekonomiannya dan warga sekitar sedikit terbantu, mengingat banyaknya wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata religi tersebut.
Saat ditanya terkait kegiatan yang akan dilakukannya selama Masjid Al Jabbar ditutup, Neni mengku akan beralih menjajakan dagangannya di platform digital. Neni mengatakan, nantinya produk yang akan ditawarkan adalah pakaian, bukan sosis bakar seperti yang saat ini dia jajakan.
“Ya jualan online mungkin, jualan baju mungkin atau ga full di rumah aja (ibu rumah tangga), urus anak kalau ga ada kegiatan jualan disini mah,” tuturnya.
Neni mengatakan, dalam sehari berjualan di Masjid Al Jabbar, dia mampu mengantongi sekitar Rp 1 juta, terutama saat akhir pekan. Namun di hari-hari biasa pemasukan yang didapat tak lebih dari Rp 1 juta, sambungnya. Dia juga sedikit menyinggung tindakan petugas yang terus-menerus ‘mengusir’ para PKL di area Masjid Al Jabbar.
“Tadinya kan jualan di dalam tapi sekarang kita udah disuruh keluar karena didalam sudah strerilin, padahal disini (luar) kurang enak, kurang nyaman,” keluhnya.
Keluhan yang serupa juga diungkapkan Sofyan (37). Pedagang buah potong asal Singaparna ini mengaku cukup kecewa dengan keputusan penutupan sementara Masjid Al Jabbar.
Sebagai pedagang yang hampir setiap hari mengadu nasib di masjid ikonik itu, tentu penutupan sementara menjadi petir di siang bolong baginya juga seluruh pedagang lain di kawasan Masjid Al Jabbar.
“Saya kan jualan disini ya tiap hari, kecewa sih lumayan. tapi ya harus gimana lagi, mungkin semua penjual juga merasakan yang sama, tapi mungkin itu (penutupan sementara) adalah keputusan terbaik ya mungkin, karena ini buat semua juga,” ungkapnya.
Saat ditanya lebih lanjut, Sofyan mengatakan, selama penutupan berlangsung, dia berencana menjajakan dagangannya di tempat lain. “Saya kan biasanya memang di Bandung ya, mungkin nanti akan keliling lagi di daerah Bandung,” kata dia.