Kemnaker Sebut Tiga Tantangan Besar di Sektor Ketenagakerjaan Saat Ini

70 persen penduduk pada 2030 adalah angkatan produktif, ini jadi tantangan tersendiri

Republika/Thoudy Badai
Penyandang disabilitas berada di salah satu stan perusahaan saat acara Job Fair Disabilitas dalam rangkaian kegiatan Jakarta Cinta Disabilitas di Lapangan Banteng, Jakarta, Sabtu (3/12/2022). Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) I Nyoman Darmanta mengatakan Indonesia saat ini tengah menghadapi tiga tantangan besar dalam sektor ketenagakerjaan.
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) I Nyoman Darmanta mengatakan Indonesia saat ini tengah menghadapi tiga tantangan besar dalam sektor ketenagakerjaan. Darmanta menyebut ketiga tantangan tersebut meliputi industri 4.0, pandemi, dan juga bonus demografi.

Baca Juga


"Industri 4.0 yang sudah berlangsung sejak 2011 membuat banyak pekerjaan yang konvensional beralih ke digitalisasi sehingga ada banyak peluang pekerjaan dan jabatan hilang saat era digitalisasi," ujar Darmanta dalam diskusi publik bertajuk "EWA Datang, Rentenir Meradang?" yang diselenggarakan Indef dan GajiGesa di Jakarta, Selasa (28/2/2023).

Meski begitu, Darmanta menyebut tantangan ini juga membuka peluang dengan munculnya jenis pekerjaan baru. Kemnaker, dia sampaikan, telah responsif dengan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang siap mengoptimalkan potensi peluang baru tersebut.

Tantangan kedua berkaitan dengan bonus demografi yang mana sekitar 70 persen penduduk Indonesia pada 2030 adalah angkatan muda produktif. Darmanta mengatakan lapangan kerja akan menjadi isu prioritas dalam mengakomodir pertumbuhan usia produktif ke depan. 

"Kalau (kebijakan) kita tidak tepat, bonus demografi ini bisa menjadi malapetaka. Kemnaker sudah memyiapkan berbagai langkah kebijakan tingkatkan kemampuan tenaga kerja agar bisa bersaing," ucap Darmanta.

 

 

Darmanta melanjutkan, tantangan berikutnya terkait dengan dampak pandemi yang membuat babak belur dunia usaha. Darmanta menyampaikan pandemi membuat produktivitas industri menurun yang berujung pada tindakan 'merumahkan' bahkan PHK para pekerja. 

"Ini mendorong peningkatan pengangguran yang akhirnya melemahkan daya beli masyarakat dan dampak terakhirnya pertumbuhan ekonomi kita yang mulai melemah, bahkan secara global," lanjut Darmanta.

Darmanta mengatakan pertumbuhan ekonomi sendiri menjadi parameter dalam memengaruhi tingkat kenaikan upah yang sesuai dengan pendapatan PDB. Darmanta menyebut pijakan pengupahan secara nasional menjamin upah minimum tidak boleh turun dari upah yang sudah diterima atau upah minimum berjalan. Dia berharap diskusi publik ini dapat memberikan rekomendasi bagi Kemnaker dalam menyusun penetapan upah minimal 2023.

 

"Diskusi publik ini bisa memperkaya dan mewarnai kebijakan Kemnaker dalam menjaga hubungan industrial sehingga tetap terjaga dan tidak timbul gejolak," kata Darmanta.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler