KPK: Pejabat Pajak Korupsi Berawal dari Wajib Pajak yang tak Patuh

KPK menilai jika wajib pajak patuh, maka tak ada celah untuk dimanfaatkan oknum pajak

ANTARA/M Risyal Hidayat
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan salah satu celah korupsi di dalam institusi pajak berawal dari tunggakan wajib pajak yang tidak tertib membayar pajak. Hal itu juga memicu pejabat pajak korupsi. 

Baca Juga


"Simpel-nya, persoalan pajak itu karena wajib pajak yang tidak taat membayar pajak, itulah yang mendorong pejabat pajak korupsi. Sebetulnya sama-sama untung itu antara pegawai pajak dan wajib pajak, harusnya dia bayar 1.000, misalnya, karena nego dia cukup bayar 500," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Selasa.

Alex mengatakan apabila para wajib pajak tertib dalam membayar pajak dan tidak ada tunggakan pajak, maka tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum pejabat pajak yang tidak berintegritas.

"Ini persoalannya pada ketidakpatuhan, ketidaktaatan wajib pajak membayar pajak sehingga timbullah korupsi oleh teman-teman yang tidak berintegritas. Sebetulnya kalau wajib pajak membayar apa adanya, itu tidak ada ruang untuk korupsi di bidang pajak," ujarnya.

Lebih lanjut dia juga meluruskan salah persepsi masyarakat yang menyebut uang pajak-nya di korupsi oleh oknum pejabat pajak. Sistem pembayaran pajak yang berjalan saat ini adalah pembayaran pajak melalui jasa perbankan, sehingga tidak ada celah untuk korupsi.

"Kalau masyarakat ngomong uang pajak saya dikorupsi oleh Dirjen Pajak, bukan. Memangnya wajib pajak setor ke orang pajak? Bukan, tapi langsung lewat perbankan," tuturnya.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dalam hal ini Dirjen Pajak menjadi sorotan publik lantaran gaya hidup mewah para pejabatnya. Pemicu-nya adalah kasus penganiayaan oleh Mario Dandy Satrio (MDS) terhadap terhadap David, putra dari salah seorang Pengurus Pusat GP Ansor, Jonathan Latumahina.

Publik kemudian menyoroti gaya hidup mewah MDS yang kerap pamer kemewahan di media sosial dan publik kemudian mengetahui yang bersangkutan adalah anak pejabat Dirjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang memiliki harta kekayaan mencapai sekitar Rp56 miliar.

Komisi Pemberantasan Korupsi kemudian menyebut harta kekayaan Rafael tidak sesuai dengan profilnya sebagai pejabat publik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemudian mencopot Rafael Alun Trisambodo dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan II untuk mempermudah proses pemeriksaan harta kekayaannya.

Sri Mulyani juga mengecam tindakan penganiayaan dan gaya hidup mewah yang dilakukan oleh Mario Dandy, anak dari RAT, yang dianggap telah menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat terhadap Kementerian Keuangan, terutama Direktorat Jenderal Pajak.

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler