Thrifting, Cermati Kebersihan Toko dan Pakaian Bekas yang Dijual
Hindari membeli pakaian dalam, handuk, selimut, sprei, dan topi bekas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis kulit dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Arini Widodo mengingatkan pentingnya keutamaan kebersihan toko yang menjual pakaian bekas. Dengan begitu, konsumen dapat terhindar dari infeksi yang disebabkan virus, jamur, bakteri, hingga parasit.
"Perhatikan, apakah toko tersebut mengutamakan kebersihan barang-barangnya atau tidak," kata Arini saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat (3/2/2023).
Menurut Arini, akan lebih baik jika pengguna mengetahui pemilik pakaian tersebut sebelumnya. Pakaian bekas yang dilungsurkan dari kakak ke adik, misalnya, dapat mengurangi risiko kesehatan.
Kalau ingin membeli pakaian bekas, perhatikan kemungkinan adanya noda yang menempel, baik yang disebabkan oleh kotoran, bercak darah, atau lainnya. Lalu, pastikan bahwa pakaian bekas yang hendak dibeli sudah dicuci oleh penjual.
"Cium baunya, dari situ bisa menentukan apakah pakaian itu sudah dicuci atau belum. Jangan beli yang belum dicuci karena bisa saja ada agen infeksi yang menempel di situ," ujar Arini.
Lalu, lanjut Arini, hindari membeli pakaian dalam, handuk, selimut, sprei, dan topi bekas. Sebab, barang-barang tersebut memiliki kemungkinan yang lebih besar sebagai media penularan penyakit.
Selanjutnya, menurut Arini, pilihlah pakaian yang ukurannya pas di badan. Di tengah terbatasnya ketersediaan ukuran pakaian, hindari memaksakan membeli jika memang tidak sesuai.
"Ini bisa jadi masalah, misalnya, celana yang terlalu ketat dan tidak menyerap keringat akan memicu kelembapan dan infeksi jamur," tutur anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia itu.
Pada kondisi kulit tertentu seperti dermatitis atopik, Arini mengatakan perlu ada perhatian khusus dalam memilih pakaian bekas. Seperti juga pakaian baru, pakaian bekas yang dibeli sebaiknya memiliki bahan yang bisa menyerap keringat dengan baik dan bebas dari alergen seperti tungau, debu rumah, bulu binatang, dan serbuk sari, serta hindari bahan wol.
"Biasanya, bahan wol bisa mengiritasi kulit pasien dermatitis atopik," kata Arini yang kini sedang melanjutkan pendidikan master di Harvard Medical School itu.
Di samping itu, pastikan untuk memilih pakaian yang bebas dari bahan kimia seperti disinfektan. Sebab, bahan kimia itu dapat memicu munculnya dermatitis.