Muslim Carolina Mendesak Kembali Masjid Universitas Shaw agar Segera Dibuka
Masjid Universitas Shaw Carolina masih ditutup pihak kampus tanpa alasan
REPUBLIKA.CO.ID, CAROLINA — Zainab Abdul-Qaabidh mengingat dengan bangga terakhir kali dia dan sesama jamaah Muslim merayakan Ramadhan di masjid kampus Universitas Shaw pada 2019 lalu, tepat sebelum pandemi melanda Carolina Utara. Sekitar 200 orang berada di aula utama untuk merayakan Idul Fitri.
"Kami penuh sesak," kata anggota Dewan Masjid Raja Khalid, Abdul-Qaabidh, dilansir dari News Observer pada Selasa (7/3/2023).
Dalam masjid, kata dia, begitu penuh dan sesak sehingga untuk sholat pun, bahu dan bahu saling menempel, begitu juga dengan tumit ke tumit yang menempel dengan jamaah lain. “Jamaah mengular sampai keluar dan ke lorong masjid,” ujar Qaabidh.
Terletak di tepi pusat kota Raleigh di Martin Luther King Jr Boulevard, Masjid Shaw dibangun pada 1983 dengan sumbangan 1 juta dolar dari Raja Khalid dari Arab Saudi. Tetapi pada Maret 2020, Shaw dan dewan masjid secara sukarela menutup tempat ibadah karena pandemi Covid-19.
Sekarang, pandemi sebagian besar telah berlalu, dan sebagian besar aspek kehidupan biasa telah dilanjutkan. Tetapi universitas belum membuka kembali masjidnya untuk umum.
Menurut Qaabidh, penutupan yang berkelanjutan itu diskriminatif. Mereka takut universitas dapat mengunci mereka sebagai tindakan yang mengulur-ulur waktu.
"Kami hanya ingin beribadah dan membantu masyarakat. Sayangnya, tangisan kami tidak berhasil dan sia-sia,” kata Abdul-Qaabidh.
Kelompok tersebut kini telah merekrut kelompok hak-hak Sipil dan advokasi Muslim terbesar di negara itu, Council on American-Islamic Relations (CAIR), untuk bergabung dalam upaya membuka kembali.
Pada Ahad, Abdul-Qaabidh bergabung dengan lebih dari 50 orang yang berkerumun di dalam Pusat Islam Morrisville untuk berdiskusi dengan perwakilan CAIR pilihan mereka ke depan.
Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah
Pertemuan tersebut mengikuti beberapa pekan protes yang diadakan di luar Pusat Studi Internasional universitas.
Diskriminasi pihak kampus terjadi karena tuduhan bahwa sebagian besar jamaah masjid adalah orang Afrika-Amerika yang beremigrasi dari Palestina, Gambia, Aljazair, Maroko, dan negara-negara Arab lainnya.
Pihak kampus hanya mengizinkan masjid agar digunakan mahasiswanya saja. Anggota masjid menuduh pejabat Shaw bias karena kapel kristen di kampus pun dibuka untuk umum.
“Ini sangat menyakitkan," kata Abdul-Qaabidh. "HBCU adalah singkatan dari keadilan dan peningkatan orang-orang minoritas, dan mereka menyebabkan kita menjadi ketidakadilan yang sangat besar."
Wakil Direktur Nasional CAIR, Edward Ahmed Mitchell, yang melakukan perjalanan dari Atlanta untuk berada di sana, mengatakan dia berharap kehadirannya akan meningkatkan kesadaran akan penderitaan jamaah, dan memberikan lebih banyak tekanan pada universitas.
"Dalam interaksi mereka dengan kami dan orang lain, mereka belum memberikan penjelasan logis mengapa mereka tidak ingin membuka kembali masjid," kata Mitchell kepada The News & Observer. "Dengan tidak adanya alasan yang baik, pikiran Anda mulai mengasumsikan yang terburuk."
Dalam sebuah pernyataan, pejabat Universitas Shaw mengatakan bahwa akses ke masjid "telah dan terus terbuka" untuk mahasiswa Universitas Shaw yang saat ini terdaftar.
"Baik masjid maupun kapel kampus umumnya tidak terbuka untuk umum untuk pertemuan gereja standar, vigili doa, atau kebaktian," kata universitas.
"Semua acara telah dan akan terus dikonfirmasi melalui program terjadwal yang dikelola Kantor Pendeta." kata Universitas.
Dalam sebuah surat tertanggal 20 Februari, yang ditujukan secara pribadi kepada Mitchell, universitas menambahkan bahwa mereka berencana untuk membentuk dewan antaragama dan menunjuk seorang penasihat untuk mendukung siswa musim semi ini.
Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?
Sementara itu, universitas mengatakan akan terus mengawasi penjadwalan dengan "keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan siswa kami sebagai prioritas utama."
Seorang pengacara untuk dewan pengurus masjid, Nigel Edwards, yang juga hadir pada pertemuan Ahad mengatakan jamaah sedang melihat "strategi hukum yang berbeda" terhadap universitas untuk membawa jamaah kembali ke gedung. Itu termasuk memohon kepada keluarga kerajaan Saudi yang awalnya menyumbangkan dana untuk masjid.
“Kami menghubungi mereka," kata Edwards. “Kami belum mendapatkan tanggapan resmi kami kembali. Melalui saluran yang berbeda, saya mendengar itu bekerja di rantai komando.”
Sumber: newsobserver