Inggris Rencanakan Tutup Jalur Masuk Imigran

Inggris akan membuat aturan baru soal imigrasi.

EPA
Pemerintah Inggris siap menghadapi gugatan soal aturan Hak Asasi Manusia (HAM) terkait lahirnya Undang-undang baru Inggris soal imigran. Undang-undang baru itu disebut akan lebih ketat menghentikan masuknya puluhan ribu imigran setiap tahun, yang menggunakan kapal menyeberangi Selat Inggris.
Rep: Amri Amrullah Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris siap menghadapi gugatan soal aturan Hak Asasi Manusia (HAM) terkait lahirnya Undang-undang baru Inggris soal imigran. Undang-undang baru itu disebut akan lebih ketat menghentikan masuknya puluhan ribu imigran setiap tahun, yang menggunakan kapal menyeberangi Selat Inggris.

Baca Juga


Menteri Dalam Negeri Inggris Suella Braverman mengatakan pada Selasa (7/3/2023), bahwa pemerintahnya telah mendorong batas-batas hukum internasional, dengan undang-undang baru yang akan menghambat imigran manapun mendapat suaka ketika mencapai wilayah Inggris secara tidak sah. Aturan itu akan membuat pemerintah menahan mereka, yang kemudian akan dilakukan deportasi ke negara asalnya.

Mereka akan dideportasi ke negara asal atau negara lebih aman, dan akan dilarang masuk kembali ke wilayah Inggris. “Jika Anda memasuki Inggris secara ilegal, Anda akan ditahan dan segera dipulangkan,” kata Braverman kepada anggota parlemen di House of Commons saat dia memperkenalkan “RUU Imigrasi Ilegal” baru pemerintah.

Tetapi para kritikus mengatakan rencana itu tidak etis dan tidak dapat dijalankan, karena orang-orang yang melarikan diri dari perang dan penganiayaan tidak dapat dipulangkan. Dan peraturan itu akan menjadi rentetan berbagai aturan ideal yang tidak akan pernah terpenuhi oleh pemerintah Inggris.

“Tidak ada yang adil, tidak lebih manusiawi juga tidak mudah dijalankan aturan ini, dan terus terang mengerikan melihat para menteri mencoba menghapus perlindungan HAM ke sekelompok orang dan menjadikan mereka sebagai kambing hitam atas kegagalan mereka sendiri,” kata Steve Valdez-Symonds dari Amnesti Internasional.

Badan pengungsi PBB mendesak anggota parlemen Inggris untuk mempertimbangkan kembali rencana tersebut, dengan mengatakan itu akan menjadi pelanggaran yang jelas terhadap Konvensi untuk para Pengungsi dan sama dengan larangan mendapatkan suaka.

Namun pemerintah Inggris berkelit, undang-undang baru itu telah disetujui oleh Parlemen. Dan cara ini akan menghentikan para imigran dan geng penyelundup semakin tidak bisa mengirim orang, dan mereka akan putus asa dalam perjalanan yang berbahaya melintasi salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia.

Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak mengatakan undang-undang imigran baru itu akan menguatkan kembali kendali perbatasan Inggris, sesuai janji utama dari kampanye yang berhasil tapi memisahkan negara ini, membawa Inggris keluar dari Uni Eropa. “Situasi saat ini tidak bermoral atau berkelanjutan,” katanya pada konferensi pers, berdiri di podium bertuliskan “Hentikan Kapal (Imigran).”

“Jika kami tidak dapat menghentikan kapal itu, kemampuan kami untuk membantu pengungsi yang sebenarnya di masa depan akan tidak berguna.”

RUU baru tersebut menuntut imigran yang datang dengan kapal selundupan untuk ditahan selama 28 hari dan kemudian langsung dideportasi. Dengan pengecualian hanya untuk anak-anak, mereka yang secara medis tidak layak terbang dan orang-orang yang berisiko mengalami bahaya serius, atau dengan alasan terbatas untuk mengajukan banding.

Imigran yang menjadi korban perdagangan manusia akan dilarang menggunakan undang-undang perbudakan modern Inggris untuk mencegah deportasi. Braverman mengakui bahwa undang-undang ini kokoh dan baru, dan peraturan ini akan mampu menghadapi tantangan hukum saat ini.

Braverman mengatakan dia yakin aturan itu sesuai dengan kewajiban internasional Inggris di bawah konvensi untuk pengungsi dan hak asasi manusia. Walaupun ia mengakui didalam surat kepada anggota parlemen kelompok Konservatif bahwa ada kemungkinan lebih dari 50 persen yang ia yakini itu tidak benar.

Enver Solomon, Kepala Dewan Eksekutif Badan Amal Pengungsi, mengatakan pemerintah Inggris dasarnya berperilaku sama seperti negara-negara yang menunjukkan pengabaian terhadap konvensi hak asasi manusia internasional, seperti negara Myanmar, Rusia dan Belarusia.

Inggris menerima lebih sedikit pencari suaka daripada beberapa negara Eropa lain, seperti Italia, Jerman atau Prancis. Tetapi ribuan imigran dari seluruh dunia melakukan perjalanan ke Prancis utara setiap tahun dengan harapan mencapai Inggris, mencari perlindungan oleh ikatan keluarga, kemampuan berbahasa Inggris, atau kemudahan yang dirasakan untuk mendapatkan pekerjaan.

Sebagian besar mencoba perjalanan dengan kapal dan perahu kecil lainnya sekarang karena pihak berwenang telah membatasi rute lain seperti menyusup melalui bus atau truk. Lebih dari 45 ribu imigran tiba di Inggris dengan kapal kecil pada tahun 2022, jumlah ini naik dari 28 ribu pada tahun 2021 dan 8.500 pada tahun 2020.

Sebagian besar kemudian meminta suaka, tetapi tumpukan 160 ribu lebih kasus permintaan suaka telah menyebabkan lebih banyak orang yang mendekam di pusat pemrosesan atau di penampungan yang penuh sesak, tanpa hak untuk bekerja.

Pemerintah Inggris mengatakan banyak dari mereka yang melakukan perjalanan adalah imigran mencari kehidupan ekonomi lebih baik. Daripada para pengungsi di beberapa tahun lalu yang menunjukkan peningkatan kedatangan dari Albania, serta negara Eropa yang dianggap aman oleh Inggris.

Kelompok pengungsi ini mengatakan sebagian besar pendatang melalui Selat Inggris itu melarikan diri dari perang, penganiayaan atau kelaparan di negara-negara termasuk Afghanistan, Iran dan Irak. Mayoritas dari mereka mengklaim telah diproses dan diberikan suaka di Inggris.

Badan Amal Pengungsi juga mengatakan bahwa para imigran mempertaruhkan perjalanan lintas Selat Inggris karena hanya ada sedikit cara yang aman dan legal untuk mencapai daratan Inggris.

Pemerintah Inggris mengatakan bahwa setelah undang-undang baru itu diberlakukan, maka negara ini akan membuka lebih banyak jalur legal untuk pencari suaka, seperti yang pernah diberikan untuk orang-orang dari Afghanistan, Hong Kong, dan Ukraina. Namun belum disebutkan berapa orang yang akan diterima mendapat suaka, atau kapan program itu akan dimulai.

Dan juga belum jelas, apakah ada, negara aman lain yang bersedia menerima orang yang dideportasi dari Inggris. Karena rencana yang diumumkan oleh Inggris tahun lalu untuk mengirim imigran dalam perjalanan ke Rwanda terganjal masalah hukum.

Tidak ada yang dikirim ke negara Afrika Timur itu, meskipun Inggris telah membayar Rwanda 140 juta pound (170 juta dolar AS) berdasarkan kesepakatan itu.

Kerja sama dengan Prancis untuk menghentikan kapal juga terhenti di tengah pemisahan sengit Inggris dari Uni Eropa, meskipun hubungan telah membaik sejak Sunak menjabat pada Oktober. Kedua pemerintah menandatangani perjanjian pada November untuk meningkatkan patroli polisi di pantai-pantai di Prancis utara, dan Sunak berharap untuk memperkuat kerja sama lebih lanjut ketika dia bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada pertemuan puncak Inggris-Prancis pada hari Jumat.

Juru bicara imigrasi Partai Buruh Yvette Cooper menuduh pemerintah hanya beretorika tentang pengungsi tanpa menyelesaikan masalah yang sangat penting dalam sistem pemberian suaka Inggris. “RUU ini bukan solusi,” kata Cooper. “Ini adalah penipuan yang berisiko membuat kekacauan menjadi lebih buruk.”

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler