Ini Saran Buat Pemerintah Jika tak Mau Harga-Harga Melonjak Saat Ramadhan

Peningkatan harga pangan masih dapat ditekan lewat sejumlah cara.

Baznas
Sebelum mendapatkan bantuan program Lumbung Pangan yang digulirkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), perekonomian Taswan Riswanto, petani asal Karawang, Jawa Barat ini terbilang pas-pasan.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan sebentar lagi. Kenaikan harga-harga pangan yang diikuti lonjakan inflasi biasanya menjadi momok baik bagi masyarakat maupun pemerintah lantaran permintaan yang naik signifikan selama momen di Bulan Suci. Namun, peningkatan harga pangan masih dapat ditekan lewat sejumlah cara.

Dosen Universitas Paramadina, Handi Risza Idris, menuturkan, inflasi di bulan Ramadhan tahun ini setidaknya akan dipicu oleh dua faktor.

Pertama, dikarenakan adanya tekanan peningkatan permintaan pasca daya beli masyarakat yang mulai pulih di saat produksi pangan belum mampu mengimbangi. Selanjutnya faktor kedua, hasil produksi pangan tidak memenuhi kebutuhan nasional karena rantai pasok yang masih dikuasai segelintir orang.

Oleh sebab itu, Handi mengatakan, pemerintah harus menempuh sejumlah langkah konkret agar dapat meredam laju inflasi pangan di bulan Ramadhan.

Upaya pertama yang dapat dilakukan yakni dengan mempertebal pasokan pangan alam rangka stabilisasi harga. "Ini bisa dilakukan dengan menggunakan produksi dalam negeri serta impor secara presisi sesuai permintaan," kata Handi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (8/3/2023).

Langkah selanjutnya yakni dengan optimalisasi kebijakan dua persen anggaran daerah untuk subsidi angkut bahan pangan antar daerah. Selain itu, bantuan sosial dari anggaran daerah juga perlu didorong agar stabilitasi harga bisa dicapai pemerintah.

"Koordinasi stakeholder dalam bentuk kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) perlu dioptimalkan, langkah membentuk task force atau sales motorist untuk memaksimalkan proses distribusi produki selama Ramadhan," kata dia.

Di sisi lain, pemerintah juga harus terus melakukan monitoring terhadap tata niaga pangan. Oknum spekulan harga yang berburu keuntungan dari rantai suplai yang dikuasai segelintir kelompok harus ditertibkan. "Mereka acap kali menjadi pemicu (kenaikan harga) di luar hukum ekonomi supply and demand," kata dia.

Terakhir, yakni dengan antisipasi cuaca yang sering mengalami perubahan, terutama di sentra-sentra produksi.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler