Arab Saudi Berlakukan 10 Pembatasan Selama Ramadhan 1444 H

Ramadhan akan menjadi puncak umrah di Arab Saudi.

AP/STR/SPA
Suasana Ramadhan di Masjidil Haram Makkah Arab Saudi
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi telah mengumumkan seperangkat aturan dan pembatasan praktik selama bulan suci Ramadhan 1444 H. Salah satu di antaranya adalah pengurangan volume pengeras suara masjid.

Baca Juga


Dalam sebuah dokumen yang dirilis dan diedarkan oleh Menteri Urusan Islam, Abdul Latif Al-Sheikh, pelaksanaan bulan suci Ramadhan diatur dalam sepuluh poin. Kebijakan ini disebut harus dipatuhi oleh orang-orang di dalam Kerajaan.

Beberapa poin yang dimaksud adalah imam dan muadzin tidak boleh absen kecuali sangat mendesak, shalat Tarawih tidak boleh terlalu panjang, serta menyelesaikan shalat tahajud pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sebelum adzan subuh.

Tidak hanya itu, mereka juga menyebut tidak boleh menggunakan kamera di masjid untuk memotret imam dan jemaah selama salat, maupun tidak mentransmisikan ibadah shalat atau menyiarkannya di media apa pun. Imam masjid memiliki tanggung jawab dalam mengotorisasi i'tikaaf dan mengetahui data jamaah.

Dilansir di Middle East Monitor, Jumat (10/3/2023), Kementerian Urusan Islam juga melarang masjid mengumpulkan sumbangan uang untuk kepentingan buka puasa. Pelaksanaan buka puasa bersama harus disiapkan dan diadakan di area yang ditentukan di halaman masjid, yang mana dilakukan di bawah tanggung jawab imam dan muadzin.

Keputusan kontroversial lainnya yang diumumkan oleh Kementerian adalah pembatasan jumlah dan volume pengeras suara yang mengumandangkan adzan. Hal ini merupakan kelanjutan dari keputusan yang sama awal tahun ini dan tahun lalu.

Kerajaan Saudi mengeluarkan larangan total pancaran doa dan bacaan di masjid, sekaligus melarang orang tua membawa anak ke masjid untuk shalat.

Pembatasan tersebut memicu kemarahan dan reaksi dari banyak Muslim di seluruh dunia. Para kritikus melihat peraturan tersebut sebagai upaya lebih lanjut oleh pemerintah Saudi, di bawah Putra Mahkota Mohammed bin Salman, untuk membatasi pengaruh Islam dalam kehidupan publik melalui penggunaan pembatasan yang telah lama dipraktikkan seperti mantan diktator Tunisia, Zine El Abidine Ben Ali dan bekas Uni Soviet.

Sementara itu, seperti yang ditunjukkan oleh para kritikus, Saudi semakin mempromosikan konser musik dan mengundang artis Barat populer dan tokoh budaya cabul, dalam upaya menarik khalayak internasional dan membuka masyarakat Kerajaan.

Juru bicara Kementerian Urusan Islam, Abdullah Al-Enezi, menepis kekhawatiran tersebut. "Kementerian tidak mencegah berbuka puasa di masjid. Tetapi sebaliknya, tetap diselenggarakan sehingga ada penanggung jawab yang mendapat izin darinya," ujar dia.

Al-Enezi juga menyebut kegiatan buka puasa dilakukan dalam sebuah fasilitas tersendiri, dalam rangka menjaga kesucian dan kebersihan masjid dam tidak memungut sumbangan selain kedinasan.

Dia juga membahas larangan merekam dan menyiarkan shalat. Hal ini diklaim bertujuan untuk melindungi dari eksploitasi dan bukan karena ketidakpercayaan terhadap imam, pengkhotbah atau dosen. Melainkan aturan ini dibuat untuk menghindari kesalahan, terutama jika itu tidak disengaja. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler