Wapres Sebut Polarisasi Bisa Rusak Negara, Jangan Dijadikan Strategi Politik di Pemilu

Mendagri berharap pengalaman Pemilu 2019 terkait politik identitas tak terulang.

BPMI/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin
Rep: Fauziah Mursid Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengingatkan peserta pemilu maupun partai politik tidak menggunakan strategi polarisasi dalam Pemilu 2024 mendatang. Ma'ruf meminta peserta pemilu maupun partai politik untuk wajib mengedepankan strategi pemenangan pemilu yang mengedepankan persatuan nasional.

"Strategi polarisasi mungkin saja dapat memenangkan suara, tapi hal itu sekaligus juga merusak negara. Karena itu, strategi pemenangan pemilu wajib mengedepankan persatuan nasional meskipun peserta pemilu tengah bersaing untuk menang," ujar Ma'ruf dalam sambutannya pada Dialog Kebangsaan Bersama Partai Politik Dalam Rangka Persiapan Pemilu Tahun 2024 di The St Regis Jakarta, Senin (13/3/2023).

Ma'ruf menyampaikan demikian, karena pengalaman Pemilu 2019 lalu yang menunjukkan terjadinya polarisasi yang tajam di masyarakat. Polarisasi ini membuat masyarakat terpecah belah mulai dari sebagian pendukung saling menjatuhkan dengan isu politik identitas.

"Alih-alih adu gagasan mengenai konsep berbangsa dan program untuk mengatasi tantangan strategis di tingkat lokal dan global. Kondisi tersebut sungguh memprihatinkan dan menjadi ujian yang mengancam bangsa kita," ujarnya.

Karena itu, polarisasi ini membuat Pemilu seolah menjadi kontraproduktif karena berpotensi memecah-belah bangsa dan bertentangan dengan cita-cita negara dan demokrasi. Ma'ruf menegaskan semua pihak untuk tidak mengulangi pengalaman buruk Pemilu 2019.

"Tentunya kita tidak ingin mengulangi pengalaman buruk Pemilu yang lalu. Kita mesti bulatkan tekad dan satukan langkah agar Pemilu 2024 menjadi pemilu yang aman, damai dan berkualitas," ujarnya.

Karenanya, mantan Rais Aam PBNU meminta parpol dan peserta pemilu dalam kampanye pemilu tidak boleh bertentangan dengan nilai Pancasila seperti menggunakan isu SARA. Ma'ruf pun meminta politik peserta pemilu memberikan instruksi kepada kader dan simpatisannya untuk menggunakan cara-cara kampanye yang santun dan beradab.

"Kita tunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang adil dan beradab, sesuai sila kedua Pancasila. Kampanyekan keunggulan program-program yang akan mewujudkan kemajuan dan kebaikan bangsa dan negara. Jangan gunakan instrumen apapun yang berpotensi apalagi mampu menjadikan bangunan persaudaraan kita retak," ujarnya.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan perlunya upaya mencegah terjadinya konflik yang akibat polarisasi yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Karena itu, perlu dilakukan pengelolaan agar menutup potensi konflik dan polarisasi

"Agar tidak terjadinya konflik terutama yang memecah persatuan dan kesatuan bangsa, konflik kekerasan, polarisasi akan berpotensi konflik, konflik ini harus di-manaje agar tidak memecah persatuan dan bangsa," kata Tito.

Dalam konteks tersebut, Tito juga berharap agar pengalaman Pemilu 2019 terjadinya politik identitas tidak terulang. "Dalam konteks ini kita mengalami pada Pemilu 2019 politik identitas kita tidak mengharapkan itu terjadi kembali, pidato Bapak Presiden tentunya kita berharap tidak ada perpcahan karena negara kita sangat plural toleran untuk itu, langkah langkah dilakukan dalam rangka mencegah polarisasi akibat narasi ideologi," ujar Tito.

Karena itu, perlu terus mengkampanyekan narasi narasi moderat yang membuat persatuan dan kesatuan bangsa tidak goyah berlandasan negara Pancasila. "Itu sesuatu final kemudian narasi kebinekaan ini harus terus dinarasikan oleh semua stakeholder termasuk parpol BNPT, BPIP, Polri, TNI dan semua pihak yang peduli atas bangsa ini harus lebih gencar melakukannya dengan berbagai cara baik akademik diskusi formal maupun kegiatan non akademik," ujarnya.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler