Analis: Efek Krisis Credit Suisse Hanya Bersifat Psikologis
Investor khawatir efek krisis ini akan meluas ke berbagai belahan dunia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank asal Eropa Credit Suisse menjadi perhatian publik setelah diketahui mengalami permasalahan likuiditas. Saham-saham perbankan pun sempat berguguran karena investor khawatir efek krisis ini akan meluas ke berbagai belahan dunia.
Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menilai efek dari krisis ini hanya bersifat psikologis. "Penurunan saham bank ini lebih karena jatuhnya Silicon Valley Bank (SVB), pelaku pasar khawatir krisis ini juga akan berdampak ke Eropa," kata Teguh kepada Republika, Jumat (17/3/2023).
Teguh menjelaskan, krisis yang terjadi pada Credit Suisse tidak sama dengan yang dialami SVB maupun Signature Bank. Selama dua tahun terakhir, Credit Suisse tidak mampu membukukan laba dan menyebabkan likuiditas memburuk sehingga arus kas terganggu.
Untuk itu, Credit Suisse membutuhkan suntikan modal agar arus kas kembali lancar. Namun, Saudi National Bank sebagai pemegang saham utama Credit Suisse tidak mau memberi modal tambahan. Sejak saat itu muncul pemikiran Credit Suisse akan sulit beroperasi karena kekurangan modal.
"Padahal sebetulnya tidak, mereka hanya rugi aja. Mereka tidak melakulan kesalaham investasi seperti SVB," jelas Teguh.
Teguh melihat, sentimen ini tidak akan berlangsung lama. Apalagi saat ini Credit Suisse sudah mendapat dukungan permodalan dari Bank Sentral Swiss sejumlah 54 miliar dolar AS atau sekitar Rp 827 triliun.