Kehadiran Polisi di Lokasi Penutupan Patung Bunda Maria Dipertanyakan
Polres Kulonprogo diminta membuka sejelas-jelasnya fakta lapangan terkait kasus itu.
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Jaringan Advokasi Kebebasan Beragama DIY memberikan tanggapan terkait penutupan patung Bunda Maria di Rumah Doa Sasana Adhi Rasa Santo Yakobus, Kulonprogo, DIY, menggunakan terpal.
Mereka memandang ada kejanggalan dan kontradiksi dengan isi laporan kegiatan kapolsek Lendah yang membangun narasi bahwa penutupan patung Bunda Maria merupakan kegiatan internal rumah doa. Jika benar itu merupakan kegiatan internal rumah doa, mereka mempertanyakan kehadiran kepolisian di lokasi.
"Dari kasus tersebut, sangat nyata bahwa negara melalui lembaga dan aparatur negara, dalam hal ini Gubernur DIY selaku kepala daerah beserta aparat penegak hukum, kepolisian, tidak menghormati dan mengupayakan perlindungan kepada pengelola rumah doa Sasana Adhi Rasa Santo Yakobus," tulis Jaringan Advokasi Kebebasan Beragama DIY dalam pernyataan sikapnya.
Jaringan Advokasi Kebebasan Beragama DIY menilai hal yang dilakukan Kepolisian Sektor Lendah justru mengarah pada pembiaran atas tindakan penutupan patung Bunda Maria.
Kepolisian yang seharusnya memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana yang diatur dalam pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI justru menjadi pelaku diskriminasi yang merampas hak dan kebebasan masyarakat di Yogyakarta dalam mengekspresikan keyakinannya.
Menyikapi hal tersebut, Jaringan Advokasi untuk Keberagaman Yogyakarta menyatakan menolak dengan tegas segala bentuk tindakan intoleransi yang terjadi di DIY. Mereka juga mendesak seluruh stakeholder di DIY agar menjaga dan memberikan ruang aman bagi seluruh masyarakat DIY, khususnya masyarakat rentan dan minoritas.
"Mendesak jajaran Polres Kulonprogo untuk bertindak presisi sesuai amanat Kapolri berkaitan dengan kasus penutupan patung Bunda Maria di rumah doa Sasana Adhi Rasa Santo Yakobus, Kulonprogo," tulis mereka.
Jaringan Advokasi untuk Keberagaman Yogyakarta juga mendesak kapolres Kulonprogo membuka sejelas-jelasnya informasi dan fakta lapangan terkait kasus itu. Mereka juga menagih komitmen gubernur DIY yang mendapat penghargaan sebagai Pembina Daerah Peduli Hak Asasi Manusia (HAM) 2022 dari Kementerian Hukum dan HAM untuk memanggil dan memastikan ormas yang diduga intoleran agar mematuhi amanat konstitusi tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan di DIY.
Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Kebebasan Beragama DIY antara lain Forum LSM DIY, LKIS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial), LBH Yogyakarta, Jaringan GUSDURian, KLI (Koalisi Lintas Isu) Yogyakarta.
Kemudian, Srikandi Lintas Iman, Institut DIAN/Interfidei, LAY (Lembaga Advokasi Yogyakarta). Kemudian SPRI (Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia) Yogyakarta, SISIGABl, PC Fatayat NU Kota Yogyakarta.
Selanjutnya, SP Kinasih, Rifka Annisa, Jarik Rogo (Jaringan Inklusi Kulonprogo), OPSI (Organisasi Pemuda Semangat Inspiratif), ICM (Indonesian Court Monitoring), dan AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Yogyakarta.