Musisi Padang Minta Aturan Pembatasan Kafe Saat Ramadhan Direvisi

Menurut para musisi, pemberlakukan perda tidak dibarengi dengan solusi.

www.freepik.com
Gitar (ilustrasi). Musisi di Padang meminta pemkot setempat merevisi aturan pembatasan jam operasional kafe selama Ramadhan.
Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ratusan musisi di Padang, Sumatra Barat, meminta pemerintah kota (pemkot) setempat merevisi aturan yang membatasi jam operasional kafe selama bulan Ramadan 1444 Hijriah. Perwakilan Musisi Padang, Harianto Putra, mengatakan ada sekitar 300 orang musisi Padang mengalami dampak akibat aturan tersebut.

Baca Juga


Menurutnya, pemberlakuan perda yang telah dijalankan di bulan Ramadhan 1444 Hijriah ini tidak dibarengi dengan solusi. "Kami tidak menyalahkan satpol PP yang menjalankan Perda. Tapi ini persoalan empat poin yang dibacakan yang diantaranya tidak dibolehkan live music. Oke, terus di mana kami main? Kalau di jalan kami kena lagi," katanya.

Ia mengatakan, tujuannya mendatangi Pemkot Padang adalah untuk kebersamaan dan kemudian meminta agar bisa bertemu langsung dengan Wali Kota. "Kami juga ingin menikmati puasa dan menikmati Lebaran nantinya. Satu satu hal yang kami minta, pertemukan kami dengan Wali Kota. Kalau seperti ini, tidak akan jalan tengah," kata dia.

Plt Kabag Hukum Setdako Padang, Ayu Chantya, mengatakan pemberlakuan Surat Edaran (SE) Wali Kota Padang dimaksudkan agar umat Islam dapat khusyuk dalam beribadah. "Sebelum SE ini berlaku, kami sudah meminta pendapat tokoh masyarakat, adat dan tokoh agama. Mereka sepakat SE ini berlaku dengan tujuan agar umat kusuk dalam beribadah," katanya.

Dijelaskan Ayu, SE ini diterbitkan juga didasarkan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 5 Tahun 2012 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata. Pasal 74 ayat (1) huruf a. Dalam peraturan daerah tersebut menyebutkan, usaha karaoke, klub malam, diskotik, panti pijat, dilarang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan operasi pada setiap satu hari sebelum sampai dengan hari ketiga sesudah bulan Ramadhan.

"Kemudian perda tersebut, Pasal 74 ayat (2) disebutkan bahwa usaha rumah makan, bar, hotel, restoran, pub, karaoke, cafe atau rumah billiard dilarang melakukan kegiatan yang mengganggu pelaksanaan ibadah sesuai keyakinan dan kepercayaan warga masyarakat," kata dia.

Pada saat pertemuan, Ayu tidak bisa serta merta mengiyakan tuntunan para musisi yang meminta agar undang-undang untuk segera di revisi ulang. "Kami akan melaporkan dulu ke pimpinan. Kemudian kami juga tidak bisa serta merevisi. Perlu melakukan peninjauan kembali kepada masyarakat," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler