868 Ribu Orang Meninggal Masuk Daftar Pemilih, KPU: Sesuai Dokumen Kependudukan
Hasil coklit masih akan dilakukan proses perbaikan di masing-masing tingkat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) merespons temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) soal ada 868 ribu orang meninggal yang masuk Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran. KPU menegaskan bahwa jajarannya memutakhirkan data pemilih Pemilu 2024 secara de jure.
"Perubahan pencatatan pemilih dilakukan sesuai dokumen kependudukan atau dokumen pemerintah lain yang sah," kata Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos lewat siaran persnya, Jumat (31/3/2023).
Artinya, seseorang yang sudah meninggal bisa saja tercatat sebagai pemilih apabila pihak keluarga tidak mengurus surat kematiannya. Kendati begitu, kata Betty, pihaknya terbuka dengan masukan dari Bawaslu.
Hanya saja, masukan tersebut harus disertai bukti autentik sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data Pemilih.
"Terhadap hasil temuan uji petik (yang dilakukan Bawaslu), KPU berharap mendapatkan data detail untuk dapat dikonfirmasi di lapangan kepada petugas ad hoc KPU," ujar Betty.
Lebih lanjut, Betty menegaskan bahwa Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran itu belum bersifat final. Saat ini, data tersebut baru akan memasuki tahap penetapan di tingkat kelurahan/desa. Setelah itu, masih ada tahapan panjang hingga akhirnya sampai ke tingkat pusat atau KPU RI.
"Sehingga data hasil coklit (pencocokan dan penelitian) masih akan dilakukan proses perbaikan di masing-masing tingkat," ujar Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI itu.
Sebelumnya, Bawaslu lewat siaran pers resminya menyampaikan temuan bahwa ada 6,4 juta pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS), tapi tetap masuk Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran KPU. Hal itu ditemukan Bawaslu saat melakukan uji petik atau uji acak terhadap pemilih yang telah dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit) oleh jajaran KPU.
Komisioner Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan, dari 6,4 juta pemilih TMS itu, sebanyak 868 ribu di antaranya adalah TMS karena orangnya sudah meninggal. Padahal, pihak keluarga sudah menunjukkan surat keterangan kematian. Ratusan ribu kesalahan data pemilih orang meninggal ini tersebar di Jawa Barat, Lampung, Sulawesi Selatan, Riau, dan NTT.
Berdasarkan temuan tersebut, kata Lolly, pihaknya meminta KPU RI mengoreksi data dalam Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran. Jika tidak dikoreksi sejak sekarang, Bawaslu khawatir bakal terjadi kesalahan data dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) hingga Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024.
Sebagai gambaran, KPU melakukan pemutakhiran data pemilih Pemilu 2024 dengan cara mengerahkan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) ke setiap rumah warga, sejak 12 Februari 2023 hingga 14 Maret 2023. Pantarlih yang jumlahnya satu orang per TPS ini tugasnya melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) antara data pemilih potensial dan fakta lapangan.
Bagi pemilih yang terverifikasi, maka datanya akan dimasukkan ke dalam Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran. Selama proses pemutakhiran data pemilih atau coklit itu, Bawaslu lewat jajaran Panwaslu Kelurahan/Desa (PKD) melakukan uji petik.