Pembagian Amplop Berlogo PDIP di Masjid Bukan Pelanggaran, Pengamat: Ambyar!
Bawaslu dinilai mengabaikan pokok masalah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengkritik keras putusan Bawaslu RI, yang menyatakan kasus pembagian amplop berlogo PDIP di masjid bukan pelanggaran pemilu. Ray menyebut Bawaslu telah membuat keputusan yang ambyar.
"Ambyar. Kata ini layak disematkan terhadap putusan Bawaslu terkait dengan dugaan politik uang dan penggunaan rumah ibadah untuk keperluan politik di Sumenep, Jawa Timur," ujar Ray lewat keterangan tertulisnya, Jumat (7/4/2023).
Ray menjelaskan, putusan ini ambyar karena mengabaikan pokok masalah. Bawaslu menyimpulkan bahwa kasus tersebut bukan pelanggaran karena terjadi di luar masa kampanye. Adapun politik uang dan berpolitik di tempat ibadah hanya dilarang saat masa kampanye, yang baru akan dimulai pada akhir 2023.
"Mengangkat kasus ini sebagai semata urusan apakah ada kampanye atau tidak, justru mengaburkan pokok soal dugaan adanya praktik politik uang dan penggunaan rumah ibadah untuk keperluan politik," ujar Ray.
Menurut dia, Bawaslu menggunakan cara lama, yakni mengabaikan isu pokok dengan berfokus pada urusan administratif. Padahal, PDIP merupakan partai politik peserta Pemilu 2024 sehingga terikat dengan aturan masa sosialisasi. Ray mengatakan, partai politik jelas dilarang melakukan sosialisasi di tempat ibadah.
"Putusan Bawaslu ini dengan sendirinya memperbolehkan peserta pemilu menggunakan rumah ibadah untuk keperluan politik praktis sepeti sosialisasi, menaikkan citra diri, dan sebagainya, sepanjang tidak ada imbauan memilih pelaku," ujarnya.
Ray menilai, Bawaslu tebang pilih dalam menindak dugaan pelanggaran pemilu. Bawaslu hanya tegas ke pelaku yang bukan tokoh besar. "Jika bertemu kasus besar atau tokoh besar, ia mengecilkan diri dan kewenangannya. Sebaliknya, jika ia bertemu masalah ecek-ecek atau aktor kecil, ia membesarkan diri dan kewenangannya," kata Ray.
Bawaslu RI pada Kamis (6/4/2023) menyampaikan hasil penyelidikan atas kasus pembagian amplop berlogo PDIP dengan isi uang tunai Rp 300 ribu kepada jamaah di masjid di Sumenep, Jawa Timur. Bawaslu menyebut peristiwa itu terjadi di tiga masjid seusai shalat Tarawih pada 24 Maret 2023. Uang berasal dari Ketua DPP PDIP Said Abdullah.
Kendati begitu, Bawaslu RI memutuskan bahwa kasus tersebut bukan pelanggaran ketentuan politik uang, tidak pula pelanggaran berpolitik di tempat ibadah, dan juga bukan pelanggaran aturan sosialisasi. "Bawaslu menyimpulkan tidak terdapat dugaan pelanggaran pemilu dalam peristiwa pembagian amplop berisi uang yang terjadi di tiga kecamatan di Kabupaten Sumenep," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja.
Bawaslu mengatakan, kasus tersebut bukan pelanggaran politik uang dan berpolitik di tempat ibadah karena UU Pemilu hanya melarang kedua hal tersebut saat masa kampanye. Bukan pelanggaran masa sosialisasi karena Bawaslu menilai Said melakukan hal itu secara pribadi, bukan atas keputusan PDIP. Adapun ketentuan sosialisasi hanya bisa menjerat partai politik.
Kasus ini awalnya terungkap lewat sebuah video yang viral di media sosial, beberapa waktu lalu. Tampak sejumlah orang membagikan amplop berwarna merah kepada jamaah masjid. Pada amplop tersebut, terdapat logo PDIP, foto muka Said Abdullah, dan foto wajah Bupati Sumenep Achmad Fauzi yang juga kader PDIP.
Said Abdullah dalam keterangan tertulisnya mengakui bahwa amplop tersebut dari dirinya. Ia mengeklaim, uang tersebut merupakan zakat dari dirinya dan para kader PDIP se-Madura. Said membantah kalau kegiatan tersebut merupakan bentuk politik uang.
Ketua Badan Anggaran DPR RI itu mengatakan, pengurus cabang PDIP se-Madura rutin sejak tahun 2006 membagikan sembako dan uang kepada warga fakir miskin. Adapun uang yang diberikannya, Said niatkan sebagai zakat mal.