Hakim Ungkap Alasan Dikabulkannya Banding KPU Soal Penundaan Pemilu
Putusan penundaan Pemilu 2024 oleh PN Jakarta Pusat dinyatakan batal demi hukum.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mengabulkan banding yang diajukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melawan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) pada Selasa (11/4/2023). Dengan demikian, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memenangkan Partai Prima soal penundaan Pemilu 2024 dinyatakan batal demi hukum.
"Mengadili, menerima permohonan banding penbanding/tergugat. Membatalkan putusan PN jakpus nomor 757/Pdt.G/2022/PT.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023 yang dimohonkan banding," kata hakim ketua Sugeng Riyono dalam persidangan di PT DKI pada Selasa (11/4/2023).
Majelis hakim banding meyakini permohonan banding KPU pantas dikabulkan. Sebab putusan PN Jakpus dianggap melenceng karena menyalahi kompetensi absolut. Hal ini sejalan dengan eksepsi yang dikirimkan KPU.
Kompetensi absolut ialah wewenang badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain. "Menimbang tergugat/pembanding bersama jawaban pokok perkara ajukan eksepsi soal kompetensi absolut bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara tersebut," ujar Sugeng.
Majelis hakim banding juga menjelaskan mengenai pembagian kerangka penyelesaian hukum dalam UU Pemilu terbagi dua yaitu pelanggaran (administrasi, pidana, kode etik) dan sengketa (proses dan hasil). Dalam konteks terjadi dugaan pelanggaran pemilu maka yang berwenang untuk menyelesaikan adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Mahkamah Agung (MA).
"Sedangkan apabila ada permasalahan hukum berupa sengketa ke Bawaslu, PTUN, Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara terkait pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu jadi wilayah kompetensi absolut DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)," ujar Sugeng.
Oleh karena itu, Majelis hakim banding memutuskan perkara partai Prima vs KPU mestinya diselesaikan lewat jalur PTUN bukan ke PN Jakpus. Apalagi perbuatan KPU, menurut majelis tergolong Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
"Substansi sengketa dalam perkara adalah berupa akibat diterbitkannya keputusan oleh KPU. Dengan demikian secara substansi hal tersebut adalah termasuk sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa maka jadi kewenangan kompetensi absolut PTUN," tegas Sugeng.
"Bahwa dengan alasan dan pertimbangan hukum tersebut, pengadilan tingkat banding tidak sependapat dengan pengadilan tingkat pertama bahwa telah terjadi kekosongan hukum dengan perihal gugatan dalam perkara di luar dari substansi yang diatur dalam UU Pemilu. Oleh karena itu putusan pengadilan tingkat pertama yang menyatakan berwenang mengadili perkara a quo harus dibatalkan," ujar Sugeng.
Perkara banding yang terdaftar di PT DKI dengan Nomor 230/PDT/2023/PT.DKI itu diperiksa dan diadili oleh Hakim Tinggi yang dipimpin oleh Sugeng Riyono dengan hakim anggota Subachran Hardi Mulyono dan Haris Munandar. Sepanjang persidangan, tidak ada perwakilan KPU dan Partai Prima yang hadir menunjukkan batang hidungnya.
Sebelumnya, PN Jakpus memutuskan menerima gugatan yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) pada Kamis (2/3/2023). Lewat putusan itu, Majelis Hakim berpendapat agar Pemilu 2024 ditunda.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," tulis putusan yang dikutip Republika.co.id, Kamis (2/3/2023).
Gugatan dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. itu menjadikan KPU sebagai tergugat. Gugatan ini diajukan sejak 8 Desember 2022 oleh PRIMA. Majelis hakim memutuskan menolak eksepsi KPU yang menganggap gugatan PRIMA kabur atau tidak jelas.
"Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya," tulis putusan. Putusan ini diketok oleh Hakim Ketua Majelis Teungku Oyong dengan anggota hakim H Bakri dan Dominggus Silaban.