Kejakgung Tegaskan Negara Berikan Rakyat Kebebasan Jalankan Ibadah Masing-Masing

Kebebasan menjalankan ibadah adalah hak masing-masing warga negara

Prayogi/Republika.
Ilustrasi muslim menjalankan ibadah. Kebebasan menjalankan ibadah adalah hak masing-masing warga negara
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel), Amir Yanto, menegaskan negara menjamin kepastian hukum bagi warganya dalam berserikat dan beribadah. 

Baca Juga


Jaminan tersebut merupakan nilai-nilai kebangsaan yang terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945, yang tertuang dalam pasal 28 maupun pasal 29. 

Jamintel Amir Yanto menegaskan hal tersebut, saat menemui Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia KH Chriswanto Santoso, di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Senin (10/4/2023). 

“Dengan peraturan itu, semua warga negara Indonesia mempunyai hak untuk beribadah, begitu juga Lembaga Dakwah Islam Indonesia,” ujarnya.

Apalagi Lembaga Dakwah Islam Indonesi, menurut Amir Yanto, terus bersilaturahim dengan berbagai pihak. 

Silaturahim tersebut menunjukkan Lembaga Dakwah Islam Indonesi adalah organisasi yang sifatnya terbuka dan siap dikritisi. 

“Kejaksaan Agung menilai positif terhadap Lembaga Dakwah Islam Indonesi, karena telah menerapkan nilai-nilai kebangsaan sebagai program prioritas dari delapan program kerja Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Ini bisa ditiru ormas lain,” tutur Amir Yanto menanggapi tudingan Lembaga Dakwah Islam Indonesia eksklusif. 

Pada kesempatan tersebut, Kiai Chriswanto Santoso memaparkan pandangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia mengenai Pancasila. 

Dia  mengatakan, sila pertama Pancasila, harus menjadi fondasi sekaligus mewarnai empat sila yang lain. 

Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel  

“Dengan sila pertama menjadi fondasi, maka Indonesia tidak akan menjadi negara agama. Negara yang plural dengan dominasi agama tertentu bisa melahirkan konflik berkepanjangan,” tuturnya. 

Dengan memahami semangat dan jiwa yang tergali dari sejarah kelahiran Pancasila, maka Lembaga Dakwah Islam Indonesi meyakini sila ketiga Persatuan Indonesia haruslah menjadi bingkai.  

“Jadi, apapun agama yang dipeluk, aktualisasi kemanusiaan yang dilakukan, bentuk demokrasi yang dijalankan, dan model keadilan yang diterapkan, harus tetap dalam bingkai persatuan Indonesia atau NKRI,” papar Kiai Chriswanto. 

Menurutnya, jika sila pertama dijadikan sebagai fondasi, sila ketiga sebagai bingkai, sila kelima sebagai tujuan.  

 

 

“Maka sila kedua dan keempat sebagai semangat dan cara untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara,” kata dia.

Dia menerangkan, bangsa Indonesia tanpa Pancasila akan rapuh karena tidak punya fondasi yang kuat. 

Akan bercerai-berai karena tidak ada bingkai yang jelas. Akan kehilangan arah karena tidak punya tujuan yang jelas. 

“Akan menjadi tidak beradab, karena kehilangan semangat kemanusiaan dan kebersamaan,” jelas Kiai Chriswanto.

Kiai Chriswanto Santoso mengapresiasi Kejaksaan Agung, yang telah memfasilitasi warga Lembaga Dakwah Islam Indonesi untuk literasi hukum dalam program Jaksa Masuk Pesantren. 

“Interaksi dan komunikasi antara Kejaksaan Negeri dengan pondok-pondok pesantren kami betul-betul luar biasa. Semoga sinergisitas ini bisa terus dijalin dalam sehingga tercipta persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI,” ujarnya.

Pemaparan Kiai Chriswanto tersebut diapresiasi Jamintel Amir Yanto. Dia mengatakan konsep berpancasila Lembaga Dakwah Islam Indonesi dapat menjadi contoh ormas-ormas lainnya, terutama dalam memandang perbedaan harus tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa. 

“Keberagaman itu dipersilakan, asal jangan membuat keragaman menjadi perbedaan. Kita memiliki NKRI yang harus ditopang dengan Empat Pilar Kebangsaan, sebagai warga negara Indonesia harus memahami hal itu,” tutur Amir Yanto yang sebelumnya menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan. 

Sementara itu, terkait isu-isu negatif yang dituduhkan kepada Lembaga Dakwah Islam Indonesia, irektur Sosial Kemasyarakatan (B) Jamintel, Ricardo Sitinjak menyatakan, pihaknya telah melakukan pemetaan dan pendataan. Mulai dari Lembaga Dakwah Islam Indonesi di Kediri yang menjadi pusat pendidikan para santri, kemudian ke Solo, Cilacap hingga Manado dan Ternate. 

“Kami belum menemukan bukti terkait isu negatif yang dikabarkan orang-orang,” kata dia.

Dia menyoroti salah satu isu negatif yang kerap dihembuskan pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, seperti masjid Lembaga Dakwah Islam Indonesi dipel setelah dipakai jamaah lain. 

“Soal masjid dipel, kalau memang dibersihkan untuk kebersihan, itu merupakan sebagian dari iman. Mengapa harus dianggap esklusif,” ujarnya. 

Ricardo Sitinjak menegaskan masjid adalah tempat beribadah, demikian pula masjid Lembaga Dakwah Islam Indonesia. 

“Siapapun bisa beribadah di sana, ya boleh-boleh saja dan sah-sah saja. Yang penting bagaimana kita melakukan ibadah dengan baik dan benar,” tegas Ricardo. 

Ricardo Sitinjak mempersilakan ormas-ormas Islam melaksanakan metodenya masing-masing dalam beribadah, termasuk Lembaga Dakwah Islam Indonesia. 

“Yang penting tidak berbicara tentang penodaan agama. Kalaupun ada penodaan agama, bisa dikenakan pasal 156 KUHP, yang bisa diterapkan bersama ancaman pidana dari undang-undang lainnya,” kata dia.  

Ricardo menambahkan, umat beragama di Indonesia bebas melaksanakan ibadah dan keyakinannya, karena mendapat jaminan dari negara. 

Namun ormas juga memiliki kewajiban, yakni mentaati peraturan pemerintah dan tidak merasa benar sendiri, kemudian menyalahkan pihak lain yang dianggap berbeda.  

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler