Cara Agar Berani Speak Up Melawan Kekerasan Seksual

Pemberdayaan dan pendidikan adalah kunci untuk mengakhiri kekerasan berbasis gender.

republika/mardiah
Kekerasan seksual yang menimpa anak (ilustrasi). Orang tua perlu mengajari anak agar berani melawan kekerasan seksual.
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekerasan seksual dapat menimpa laki-laki dan perempuan pada segala usia. Tak hanya dewasa, perbuatan keji ini dapat menimpa dewasa, remaja, dan anak.

Baca Juga


Manajer Pengembangan Bisnis di Memories India, Princy Rana, mengatakan generasi muda dapat belajar tentang gender, rasa hormat, dan hak asasi manusia. "Kemampuan remaja untuk mengembangkan sikap hormat sangat bergantung pada orang tua," kata dia dikutip dari laman HT Lifestyle, Rabu (12/4/2023).

Dia menyebut, untuk mencegah kekerasan, Anda harus sering berbicara kepada yang lebih muda. "Kesadaran akan memotivasi mereka untuk mengambil tindakan,” katanya Rana, dilansir Hindustan Times, Rabu (12/4/2023).

Dia menyarankan untuk memulai percakapan tentang peran gender sejak dini dan karakteristik stereotipe pria dan wanita. “Kita harus menanamkan rasa tanggung jawab sosial di kalangan remaja. Menetapkan batasan dan berlatih dengan persetujuan harus menjadi bagian sehari-hari dari kehidupan seorang anak,” ujar Rana.

Rana mengusulkan, melibatkan anak dalam bimbingan teman sebaya akan memberi kesempatan menyelidiki dan menentang sikap, keyakinan, dan ekspektasi budaya yang mendasari semua kekerasan berbasis gender di masyarakat. Trainer untuk remaja dan dewasa muda, Priyanka Joshi, mengatakan pemberdayaan dan pendidikan adalah kunci untuk mengakhiri kekerasan berbasis gender.

Menurut Priyanka, Anda harus mendorong kaum muda untuk berbicara menentang segala bentuk kekerasan. Dengan memberi mereka pengetahuan untuk mengenali dan mengatasi perilaku berbahaya, Anda dapat menciptakan generasi individu yang stabil secara emosional. Salah satu pendekatan yang efektif adalah melibatkan remaja dalam percakapan yang terbuka dan jujur tentang hubungan sehat di sekolah atau platform daring.

“Anda harus menghilangkan akar dari perilaku tersebut. Mendidik anak tentang regulasi emosi adalah salah satu langkahnya," ujarnya.

Joshi mengatakan, ketika anak-anak tidak diajari cara sehat untuk mengekspresikan emosi, mereka mungkin mengekspresikannya dengan cara tidak sehat. Kecanduan, kekerasan berbasis gender, dan intimidasi ekstrem adalah beberapa di antaranya. Kecenderungan untuk mengontrol, menyakiti secara fisik dan emosional berasal dari kebutuhan individu yang tidak terpenuhi. Sebagian besar kebutuhan yang tidak terpenuhi muncul dari masa kanak-kanak yang sulit, di mana orang tua sering kali tidak tersedia secara emosional.

“Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku kekerasan berbasis gender berasal dari rumah anak-anak angkat dan panti asuhan, di mana kebutuhan emosional mereka tidak pernah terpenuhi,” ujar Joshi.

Motivator sekaligus pendiri dan CEO Bada Business, dr Vivek Bindra, mengatakan, anak muda saat ini dihadapkan pada banyak konten dan materi di ujung jari mereka (secara harfiah). "Tetapi dengan memberi mereka kebebasan, kita juga memiliki tanggung jawab untuk memberi mereka alat untuk mengelola dan melawan kekerasan berbasis seksual dan gender," kata dia.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler