Vape Rasa Mint Lebih Mematikan dan Merusak Paru-Paru

Vape ditujukan untuk membantu orang berhenti merokok, bukan menciptakan perokok baru.

www.freepik.com
Vape (ilustrasi). Para ilmuwan memperingatkan rasa mint dapat sama berbahayanya dengan vape cannabinoid yang sangat terkait dengan cedera paru-paru.
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan menemukan vape rasa mint lebih mematikan dan merusak paru-paru daripada rasa lainnya. Rasa dingin tampak menghasilkan mikropartikel yang lebih beracun dibandingkan dengan cairan bebas mentol.

Dilansir The Sun, Rabu (12/4/2023), penggemar vape mint juga mengambil napas lebih pendek dan memiliki fungsi paru-paru yang lebih buruk daripada perokok lainnya. Faktor jangka waktu mereka menjadi perokok, produk vape yang digunakan mengandung ganja atau tidak, dan usia, jenis kelamin, serta ras mereka tidak berpengaruh dalam hal ini.

Selain itu, para ilmuwan memperingatkan rasa mint dapat sama berbahayanya dengan vape cannabinoid yang sangat terkait dengan cedera paru-paru. Ini terjadi ketika para menteri di Inggris mengungkap rencana baru untuk mendorong perokok lama beralih rokok ke rokok elektrik.

Vape diakui secara luas sebagai alternatif yang lebih aman untuk merokok, tetapi itu tidak berarti rokok elektrik tidak berbahaya. Ada semakin banyak bukti yang mengaitkan nikotin dengan risiko lebih besar dan beberapa kondisi kesehatan.

Penulis senior Profesor Kambez Benam di University of Pittsburgh School of Medicine di Pittsburgh, Amerika Serikat (AS) memperingatkan bahwa banyak orang, terutama kaum muda, secara keliru berasumsi bahwa vaping itu aman, tetapi bahkan campuran vape bebas nikotin mengandung banyak senyawa yang berpotensi merusak paru-paru. Dia menjelaskan hanya karena sesuatu aman dikonsumsi sebagai makanan, bukan berarti aman untuk dihirup.

"Pesan utama yang ingin kami sampaikan adalah untuk orang-orang, terutama dewasa muda, yang belum pernah merokok sebelumnya," ujar Prof Benam.

Baca Juga


Beralih ke rokok elektrik, menurut Prof Benam, mungkin menjadi alternatif yang lebih baik dan lebih aman bagi seseorang yang mencoba berhenti merokok produk tembakau biasa. Tetapi penting untuk memiliki pengetahuan penuh tentang risiko dan manfaat rokok elektrik sebelum mencobanya.

Peneliti University of Pittsburgh mengembangkan "robot vaping" untuk mengukur jumlah kesehatan dari berbagai rasa rokok elektrik. Bot dapat dengan tepat meniru suhu, kelembaban, volume kepulan, dan durasi.

Dengan demikian, penemuan ini mensimulasikan pola pernapasan yang sehat dan berpenyakit untuk memprediksi dengan andal seberapa beracun setiap rokok elektrik bagi paru-paru. Para peneliti mengembangkan robot untuk meningkatkan pengujian tentang bagaimana mencampur cairan isi vape dan menambah perasa memengaruhi komposisi dan dampak kesehatannya.

Ini mengatasi keterbatasan pengujian tradisional yang melibatkan penggunaan rat dan mice atau menumbuhkan sel di laboratorium. Hewan pengerat memiliki anatomi saluran hidung yang sangat berbeda sementara pengujian berbasis laboratorium dapat memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk memberikan hasil yang dapat diandalkan.

Penelitian ini dipublikasikan pada Selasa (11/4/2023) di jurnal Respiratory Research. Di sisi lain, dewan di Inggris akan menawarkan rokok elektrik hingga satu juta orang atau hampir seperlima perokok untuk memangkas tingkat kecanduan. Wanita hamil akan dibayar dengan voucher jika membuang rokok.

Penelitian menunjukkan tujuh persen orang Inggris berusia 15 hingga 24 tahun ngevape secara teratur sekaligus tertinggi dari negara-negara yang sebanding. Yang mengkhawatirkan, proporsinya kurang lebih sama untuk anak usia 11 hingga 17 tahun.

Sementara itu, penelitian University of Pittsburgh terjadi ketika Pemerintah AS meluncurkan tindakan keras terhadap vaping untuk menghentikan anak-anak kecanduan nikotin. Sebuah "pasukan penegakan" baru akan mengejar toko-toko yang ketahuan menjual rokok elektrik kepada anak di bawah 18 tahun dan mengeluarkan produk ilegal dari rak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler