Beda Tekanan yang Diterima AKBP Dody dan Bharada E Menurut Ahli Psikologi Forensik
AKBP Dody Prawiranegara dituntut 20 tahun penjara di kasus narkoba Teddy Minahasa.
REPUBLIKA.CO.ID, Ahli psikologi forensik Reza Indragiri membandingkan tekanan yang diterima Dody Prawiranegara dari Teddy Minahasa dengan Richard Eliezer dari Ferdy Sambo. Semua berawal dari pengakuan Dody yang tidak kuasa menolak perintah Teddy untuk membawa sabu dari Sumatera Barat (Sumbar) ke Jakarta.
"Pembelaan diri semacam ini diistilahkan sebagai superior order defence (SOD). Pertanyaannya, seberapa meyakinkan SOD yang diajukan oleh DP? Sama persis dengan SOD yang diangkat Richard Eliezer?" kata Reza dalam keterangannya, Rabu (12/4/2/2023).
Menurut Reza, posisi tekanan yang diterima Dody tidak sama dengan Richard Eliezer. Alasannya, mantan Kapolres Bukit Tinggi itu masih mempunyai kesempatan menolak perintah Teddy.
"Berbeda dengan Richard yang tidak kuasa menolak perintah Sambo untuk menembak rekannya, Yoshua Hutabarat," katanya.
Bahkan, kata Reza, Dody sempat mengaku menolak perintah Teddy lewat pesan singkat WhatsApp di depan majelis hakim. Itu semua memperlihatkan betapa klaim Dody Prawiranegara (DP) tentang SOD terlihat mengada-ada. Karena itu, pengujian setop sampai di sini.
"DP tidak patut berlindung sebagaimana Eliezer, karena situasi DP kontras dengan situasi Eliezer, titik," katanya.
Selain itu, Reza menilai tidak ada dampak ancaman ataupun hukuman yang akan diterima Dody kalau membantah perintah Teddy. Justru menurutnya, Doddy tidak mendapatkan hukuman apa pun saat menyampaikan ketidakberaniannya membawa sabu dari Sumatera Barat menuju Jakarta.
"Faktanya, saat DP menjawab 'Siap, tidak berani Jenderal...????', TM tidak menjatuhkan sanksi apa pun kepada DP," katanya.
Begitu pula ketika DP kembali berseberangan dengan atasannya di Bukittinggi. "Lagi-lagi tidak ada konsekuensi buruk yang DP alami," kata Reza.
Atas dasar ini, Reza menilai, tekanan yang diterima Dody tidak berat dan tidak layak dijadikan pertimbangan untuk membuatnya lepas dari jeratan hukum. Dody merasa menyesal sudah menuruti perintah Teddy yang jelas-jelas melanggar undang-undang pemberantasan narkotika itu.
Dalam pleidoinya, Dody juga mengaku tidak pernah sekalipun terlibat sebagai kurir sabu selama bertugas sebagai anggota Polri. Dia justru mengklaim telah mendapatkan banyak penghargaan atas pengungkapan kasus kriminal terutama peredaran narkoba selama bertugas sebagai polisi.
Dengan adanya kejadian ini, dia merasa tercoreng dan seluruh reputasi yang dia bangun sebagai polisi hancur. "Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa apakah saya rela merusak karir dan pengabdian terbaik yang sudah diberikan dengan cara menjual narkoba sitaan," kata Dody.
Dalam perkara ini, Dody dituntut hukuman penjara 20 tahun dan denda sebesar Rp 2 miliar. Dody dituntut hukuman tersebut karena dinilai terbukti melanggar ketentuan berupa Pasal 114 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terdakwa Doddy Prawiranegara selama 20 tahun dan denda sebesar dua miliar rupiah subsider 6 bulan penjara dikurangi masa tahanan," kata tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Iwan Ginting SH saat membacakan tuntutan di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (27/3/2023).
Ada beberapa hal yang memberatkan dan meringankan hukuman Dody menurut JPU. Salah satu yang memberatkan adalah Dody mengurangi tingkat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum lantaran terlibat dalam kasus narkoba. Sedangkan yang meringankan, yakni Dody dianggap mengakui seluruh perbuatannya dan bersikap baik dalam persidangan.
JPU juga telah menolak pleidoi Dody. "Kami penuntut umum dalam perkara ini tetap berpendapat sebagaimana yang telah secara jelas dalam surat tuntutan yang kami bacakan pada 27 Maret 2023," kata Jaksa Arya Wicaksono saat membacakan replik atau respon untuk pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu (12/4/2023).
Jaksa tetap dengan tuntutan bahwa Dody terlibat dalam peredaran sabu barang bukti hasil tangkapan Polres Bukit Tinggi. Jaksa juga memohon kepada hakim untuk menolak seluruh pleidoi Dody yang disampaikan pada persidangan sebelumnya.
"Memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar memutuskan tetap pada surat tuntutan yang kami bacakan pada hari Senin tanggal 27 Maret tahun 2023," kata jaksa.
Keterangan Linda
Reza Indragiri juga mengkritisi keterangan terdakwa Linda di pengadilan merusak proses persidangan dalam kasus peredaran sabu milik Teddy Minahasa. Konteksnya, saat Linda sempat melontarkan kesaksian bahwa dirinya dan Teddy pergi ke Laut Cina Selatan dan melakukan perbuatan tindak senonoh.
"Ini jelas kebohongan besar, mengingat tim Bravos Radio berhasil menemukan surat tugas resmi dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian kepada TM dan tim untuk melakukan operasi penegakan hukum terkait narkoba," kata Reza dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Tim itu ditugaskan untuk mengungkap peredaran sabu dari luar negeri yang masuk ke Indonesia melalui jalur laut. Keterangan Linda itulah yang dinilai di luar dari konteks kasus dan dapat menimbulkan persepsi buruk.
"Klaim itu sekonyong-konyong Linda angkat di persidangan tanpa dipantik oleh pertanyaan apa pun," kata dia.
Reza juga menyoroti keinginan Linda menjadi justice collaborator (JC) dalam kasus tersebut. Menurut dia, Linda tidak layak untuk dijadikan JC lantaran keterangannya dianggap tidak sesuai dengan fakta peristiwa.
"Mari bernalar, sebesar apa nyali LA sehingga sanggup merekayasa rangkaian cerita bohong dengan inisiatifnya sendiri?" kata dia.
Linda selaku perantara sabu dan terdakwa dalam kasus peredaran narkoba ini mengaku sebagai istri siri mantan Teddy Minahasa.
"Saya ini istri sirinya," kata Linda saat merespons semua keterangan Teddy di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu (1/3/2023).
Bahkan Linda menjelaskan, pernah tidur bersama Teddy saat berada di kapal. Namun demikian, Linda tidak menjelaskan kapan dan dimana persisnya peristiwa itu terjadi.
Pernyataan tersebut bertentangan dengan keterangan Teddy di persidangan yang mengatakan bahwa dirinya tidak mempunyai hubungan khusus dengan Linda. Di akhir persidangan, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta BaratJon Sarman Saragih bertanya kepada Teddy, "Apakah saudara masih tetap dengan keterangan saudara," kata hakim kepada Teddy.
"Tetap yang mulia," jawab Teddy.
Dalam perkara ini, merujuk dakwaan JPU, Linda sempat disuruh Teddy menerima sabu seberat lima kilogram di Jakarta. Sabu tersebut dibawa oleh anak buah Teddy, yakni mantan Kapolres Bukittinggi, Dody Prawiranegara. Diduga sabu tersebut dibawa ke Jakarta untuk dijual.
Polda Metro Jaya menyatakan Teddy Minahasa telah memerintahkan anak buahnya untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu dari hasil pengungkapan kasus untuk diedarkan. Polres Bukittinggi awalnya hendak memusnahkan 40 kilogram sabu, namun Irjen Pol Teddy Minahasa diduga memerintahkan untuk menukar sabu sebanyak lima kilogram dengan tawas.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan. Sedangkan 3,3 kilogram sisanya berhasil disita oleh petugas. Dalam perkara ini, Teddy Minahasa telah dituntut hukuman mati oleh JPU.