Korban Bullying Butuh Layanan Konseling yang Tepat
Perundungan dapat menimbulkan dampak merugikan yang berkepanjangan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korban bullying (perundungan) membutuhkan layanan konseling yang tepat untuk memulihkan diri.
Sekretaris Program Studi S1 Fakultas Psikologi Universitas Katolik Atmajaya Nanda Rosalia melalui siaran pers yang dilansir Antara, menjelaskan, konseling bagi korban maupun saksi dan pelaku perundungan dapat dilakukan dengan teknik ABC. Yakni mencakup upaya mengenali pikiran negatif dan kemudian mengubahnya menjadi keyakinan rasional yang dapat mengubah cara untuk menyikapi kejadian negatif.
"Untuk membantu korban perundungan, seorang konselor harus memberikan konseling yang tepat dan dibutuhkan oleh korban dengan mengenali pikiran negatif apa yang dimiliki oleh korban sehingga dampak buruk dari perundungan dapat dihindari," kata Nanda.
Pendiri Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) Ruth Andriani juga menyampaikan pentingnya pendampingan psikologis bagi korban perundungan. "Perundungan membawa dampak psikologis bagi korbannya, sehingga peran tenaga pendidik sangatlah penting dalam membantu dan mendampingi korban melalui teknik konseling yang tepat," kata Ruth.
Data Programme for International Students Assessment (PISA) 2018 menunjukkan, sebesar 41,1 persen siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan. Pada tahun yang sama, Indonesia menempati posisi kelima dalam daftar 78 negara dengan banyak catatan kasus perundungan di lingkungan sekolah.
Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada 2018 menunjukkan, dua dari tiga anak remaja pernah mengalami kekerasan dan tiga dari empat kasus kekerasan terjadi di antara teman sebaya. Perundungan dapat menimbulkan dampak merugikan yang berkepanjangan seperti stres, depresi, trauma, masalah kesehatan, dan penurunan performa akademis pada korban.
Ruth menekankan pentingnya memutuskan mata rantai perundungan di lingkungan sekolah. "Kami harap kita tidak hanya bisa "mengobati", namun ke depannya kita semua dapat bersama-sama mencegah dan memutus mata rantai perundungan, khususnya di lingkungan sekolah, serta menjadikan sekolah sebagai ruang aman dan nyaman bagi anak untuk belajar dan mengembangkan diri," kata Ruth.