CIPS: Urbanisasi Ancam Regenerasi Petani dan Sektor Pertanian
Data BPS mencatat jumlah orang muda dan produktif yang bekerja jadi petani minim
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas mudik yang menjadi bagian dari perayaan Idulfitri tidak bisa terlepas dari urbanisasi yang banyak terjadi di Indonesia. Fenomena urbanisasi yang tidak terbendung dan diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya dapat mengancam regenerasi petani dan kelangsungan sektor pertanian Indonesia.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Faisol Amir menyatakan berkurangnya pekerja di sektor pertanian perlu menjadi evaluasi pemerintah. Hal ini karena jumlah pekerja sektor pertanian, yang kebanyakan berada di pedesaan, terus berkurang.
Dengan berkurangnya jumlah petani juga berdampak pada produksi dan ketersediaan pangan yang sebelumnya memang sudah tidak mencukupi kebutuhan nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Angkatan Kerja Nasional, penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2022 berjumlah 38,7 juta orang.
Selain urbanisasi penduduk usia produktif yang terus meningkat, ketertarikan generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian yang rendah juga menjadi penghambat regenerasi petani di Indonesia. Data BPS tahun 2019 mencatat, hanya 8 persen atau sekitar 2,7 juta dari 33,4 juta orang petani di Indonesia yang berusia antara 20 --- 39 tahun.
Faisol menambahkan, penurunan pekerja sektor pertanian ini berpotensi besar mempengaruhi produksi komoditas pangan nasional. Produktivitas pangan nasional dikhawatirkan tidak mampu memenuhi jumlah permintaan pasar yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Kesenjangan antara jumlah produksi dengan jumlah permintaan inilah salah satunya yang menyebabkan tingginya harga komoditas pangan. Selain itu, tenaga kerja di sektor pertanian yang didominasi usia lanjut (kurang produktif) membuat adopsi teknologi pertanian menjadi lebih lambat.
Generasi muda yang tumbuh di pedesaan, khususnya mereka yang mendapatkan pendidikan sekolah secara formal, cenderung ingin mengejar pekerjaan yang berpotensi memberikan banyak penghasilan secara cepat, yang biasanya berasal di daerah perkotaan.
Ketidaktertarikan mereka pada pekerjaan seperti bertani yang digeluti orang tua mereka diantaranya disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengembangkan diri dan tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.
Oleh karena itu, untuk menjaga kestabilan jumlah angkatan kerja pada sektor pertanian, perlu adanya sistem pekerjaan pertanian yang bisa menopang sektor pertanian di Indonesia sehingga produksi pangan dapat meningkat secara konstan.
Penggunaan teknologi pertanian yang lebih efisien, seperti penggunaan benih berkualitas baik dan alat pertanian terkini, membuka kesempatan bagi sektor swasta untuk ikut memasok dan mempercepat rantai distribusi pangan dan menjembatani usaha industri 4.0 dalam mengakses, mewadahi, dan mengajarkan tenaga kerja pertanian daerah sehingga mereka mendapatkan jaringan pasar yang lebih banyak dan penghasilan yang lebih besar.
“Pembukaan akses pasar untuk petani juga membantu memberikan jaminan terhadap hasil pertanian mereka,” jelasnya.
Faisol menambahkan, agricultural extension service atau penyuluh pertanian juga memegang peranan penting untuk mendorong terwujudnya regenerasi petani di daerah-daerah sentra pertanian.
“Penyuluh pertanian selain memberikan pendampingan teknis, perlu juga untuk memberi gambaran masa depan sektor pertanian yang menjanjikan bagi generasi muda,” tuturnya.