AKBP Achiruddin Belum Jadi Tersangka Gratifikasi dan TPPU
Polda Sumut belum menetapkan AKBP Achiruddin sebagai tersangka gratifikasi dan TPPU.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polda Sumatra Utara (Sumut) belum menetapkan AKBP Achiruddin Hasibuan (AH) sebagai tersangka terkait penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kasus yang menjerat mantan kabag Bin Ops Direktorat Narkoba Polda Sumut itu masih dalam pengumpulan bukti-bukti terkait dengan pembekingan gudang solar ilegal milik PT Almira (ANR) di Medan Helvita, Sumut.
“Terkait dengan (kasus) gratifikasi dan TPPU-nya, masih pendalaman. Status masih saksi,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi lewat pesan singkatnya kepada Republika di Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Hadi menyampaikan, proses penyidikan lanjutan terkait kasus gratifikasi dan TPPU tersebut masih terus dilakukan dengan pemeriksaan saksi-saksi untuk pengumpulan alat-alat bukti. “Info lebih lanjut akan disampaikan,” ujar dia.
AH sebelumnya adalah anggota kepolisian dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Sidang Komisi Kode Etik dan Profesi (KKEP) yang digelar Polda Sumut, Selasa (2/5/2023) memutuskan untuk memecatnya dengan tidak hormat atau PTDH.
Pemecatan tersebut terkait kasus pidana yang menyeret AH. Yakni terkait dengan penganiayaan berat yang dilakukan oleh putranya, Aditya Hasibuan, terhadap Ken Admiral. AH dalam peristiwa penganiayaan yang terjadi pada Desember 2022 tersebut membiarkan putranya itu menganiaya Ken Admiral. Bahkan, AH turut menyemangati Aditya saat menghajar Ken Admiral.
Sebelum penganiayaan tersebut, AH bahkan sempat melakukan pengancaman terhadap Ken Admiral dengan meminta salah-satu anggota keluarga untuk mengeluarkan senjata laras panjang. Kepolisian sebelumnya, Selasa (25/4/2023), sudah menetapkan Aditya sebagai tersangka Pasal 351 Ayat (2) KUH Pidana.
Kepolisian pun menahan Aditya. Sementara terhadap AH yang saat itu masih memiliki kepangkatan, dilakukan penempatan khusus (patsus) di Propam Polda serta mencopot jabatannya sebagai kabag Bin Ops.
Pada Selasa (2/5/2023), sidang KKEP resmi memecat AH dari keanggotaan di kepolisian. Setelah diputus PTDH, tim penyidik juga menetapkan AH sebagai tersangka terkait kasus putranya. AH dijerat dengan Pasal 304 KUH Pidana terkait dengan pembiaraan atas penganiayaan.
Kapolda Sumut Inspektur Jenderal (Irjen) Panca Putra Simanjuntak mengatakan, AH memang layak untuk dipecat dari Polri. Meskipun AH mengajukan banding, kata Irjen Panca, perbuatan bekas anggotanya itu dalam pembiaraan penganiayaan berat yang dilakukan oleh putranya tak patut dilakukan.
Apalagi, Panca melanjutkan, AH adalah anggota kepolisian dengan kepangkatan perwira. “Perbuatan dia (AH) selaku anggota Polri dengan membiarkan anaknya melakukan penganiayaan berat terhadap orang lain itu sangat bertentangan dengan moral dan sangat bertentangan dengan etika Polri,” kata Panca, Selasa (2/5/2023).
Meskipun AH mengajukan banding atas pemecatannya itu, status kepangkatannya sudah tak lagi berarti. Menurut Panca, pun AH selama menjadi anggota kepolisian sudah lima kali melakukan pelanggaran etik sehingga layak untuk dipecat tidak hormat.
Terungkapnya kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Aditya Hasibuan yang melibatkan ayahnya itu juga turut menguak sumber harta kekayaan keluarga tersebut. Dari penelusuran terungkap, Achiruddin Hasibuan sebagai anggota kepolisian mendapatkan setoran jutaan rupiah (Rp) dari PT ANR yang melakukan penimbunan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di salah satu gudang.
Panca melanjutkan, AH sejak 2018 menerima Rp 7,5 juta setiap bulan dari PT ANR sebagai jasa pengawasan, dan pembekingan gudang solar ilegal di Guru Sinumba, Medan Helvita.
Kabid Humas Kombes Hadi melanjutkan, dalam peran AH sebagai tersangka terkait kasus penganiayaan, penanganan hukumnya dilakukan oleh Direskrimum. Adapun dalam kasus penerimaan gratifikasi dari PT ANR penyidikannya dilakukan oleh tim gabungan.
Kombes Hadi menyebut, kasus tersebut melibatkan penyidik dari Direskrimum dan Subdit Tindak Pidana Ekonomi Tertentu, juga Subdit Tindak Pidana Korupsi, serta Fiskal Moneter-Devisa (Fismondep).
“Kasus tersebut terkait dengan pengakuan penerimaan gratifikasi, dan gudang bahan bakar (ilegal), serta tindak pidana pencucian uang (TPPU),” ujar Hadi.
Akhir pekan lalu, Kombes Hadi menyampaikan penyidikan tim gabungan terkait gratifikasi dan TPPU yang dilakukan AH tersebut sudah melakukan serangkaian penggeledahan di dua lokasi terpisah.
Penggeledahan pertama dilakukan tim penyidik di kantor PT ANR di Jalan Mustang Villa Polonia Indah 28, Medan Kota, Sumut. Di tempat lain, penggeledahan juga dilakukan tim penyidik Ditreskrimum di kediaman AH di Jalan Karya Dalam-Sinumba Raya, Medan Helvetia, Sumut.
Penggeledahan di Kantor PT ANR, penyidik menyita barang bukti, seperti dokumen terkait perizinan perusahaan dan surat-surat lain pembelian BBM solar. Penyidik mengungkapkan, kata Kombes Hadi, ada dugaan surat-surat pendirian perusahaan tersebut tak sesuai hukum, termasuk bidang usahanya.
Adapun penggeledahan di lokasi kedua, di rumah tinggal AH penyidik menyita sejumlah barang bukti hasil dari penerimaan gratifikasi. Seperti kuitansi pembayaraan sejumlah barang mewah, dan turut disita pula beberapa buku tabungan dan dokumen-dokumen transaksi keuangan. Penyidik juga membawa surat-surat kendaraan bermotor atau STNK milik AH ke kantor polisi untuk penyidikan.