Puncak Panen Raya, Harga Gabah di Indramayu dan Cirebon Tetap Tinggi

Banyak tengkulak dari Demak, Jawa Tengah, yang membeli gabah dari Indramayu.

ANTARA/Dedhez Anggara
Petani memanen padi di areal sawah desa Pabean udik, Indramayu, Jawa Barat. Meski masuk puncak musim panen raya, tapi harga gabah di daerah ini tetap di atas HET.
Rep: Lilis Sri Handayani Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Para petani di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, saat ini, sedang memasuki puncak panen raya untuk musim tanam rendeng (penghujan) 2022/2023. Meski demikian, harga gabah di kedua daerah lumbung pangan itu tetap bertahan tinggi.


Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang, menyebutkan, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani di Kabupaten Indramayu saat ini mencapai Rp 5.500 – Rp 6.000 per kilogram. Sedangkan harga gabah kering giling (GKG), di kisaran Rp 6.500 – Rp 7.000 per kilogram.

Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan harga pembelian pemerintah (HPP). Adapun HPP GKP di tingkat petani sebesar Rp 5.000 per kilogram, HPP GKP di tingkat penggilingan Rp 5.100 per kilogram, HPP GKG di penggilingan Rp 6.200 per kilogram dan HPP GKG di gudang Perum Bulog Rp 6.300 per kilogram.

"Mulai dari awal panen sampai puncak panen raya sekarang ini, harga gabah tidak turun," kata Sutatang kepada Republika, Rabu (3/5/2023).

Sutatang mengakui, harga gabah yang tetap tinggi di masa puncak panen raya seperti sekarang ini memang tidak seperti biasanya. Saat panen raya, harga gabah di tingkat petani biasanya anjlok karena pasokan yang berlimpah.

Sutatang menilai, tetap tingginya harga gabah di tingkat petani di Kabupaten Indramayu saat ini karena banyaknya tengkulak dari Demak, Jawa Tengah, yang membeli gabah dari Kabupaten Indramayu. Selain itu, banyak pula tengkulak dari Subang dan Karawang.

"Infonya di Demak gagal panen, mungkin itu penyebabnya (mereka membeli gabah ke Indramayu). Kalau (tengkulak) yang dari Subang dan Karawang, memang setiap tahun beli gabah ke Indramayu," tutur Sutatang.

Tak hanya gagal panen, Sutatang menilai, para tengkulak saat ini memilih menyerap gabah sebanyak-banyaknya juga dimungkinkan karena adanya prediksi musim kemarau tahun ini yang kering. "Ya mungkin salah satunya itu juga," cetus Sutatang.

Dengan harga gabah yang relatif tinggi, Sutatang mengatakan, para petani di Kabupaten Indramayu memilih menjual langsung gabahnya. Mereka hanya menyimpan untuk sekedar kebutuhan konsumsi keluarga.

"Bahkan, petani di wilayah Indramayu timur yang biasanya menyimpan gabahnya di saat panen, sekarang 80 persen memilih langsung menjualnya. Ya karena harganya lumayan tinggi," ucap Sutatang.

Tak hanya di Kabupaten Indramayu, kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Cirebon. Di tengah puncak panen raya sekarang ini, harga gabah di tingkat petani di daerah tersebut tetap tinggi.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar, menyebutkan, harga GKP di tingkat petani di Kabupaten Cirebon saat ini rata-rata di kisaran Rp 5.300 – Rp 5.700 per kilogram.

"Padahal sekarang ini sampai akhir Mei nanti puncak panen raya," kata Tasrip.

Tasrip pun menilai, banyaknya bandar swasta dari Jawa Tengah yang datang membeli gabah kemungkinan menjadi penyebab tetap tingginya harga gabah di Kabupaten Cirebon. Dia menyebutkan, setiap hari ada ratusan truk dari Jawa Tengah yang datang untuk membeli gabah dari petani di Kabupaten Cirebon.

"100 sampai 200 ton gabah dari Cirebon setiap hari diangkut ke Jawa Tengah," ujar Tasrip.

Tasrip mengatakan, musim panen di daerah Jawa Tengah saat ini telah selesai. Karena itu, mereka datang ke Kabupaten Cirebon dan Indramayu untuk membeli gabah.

"Para bandar besar dari Jawa Tengah kelihatannya lagi nyetok besar-besaran. Mereka berani bayar dengan harga tinggi. Bahkan, gabah yang baru selesai dipanen dan belum dijemur pun langsung mereka angkut dari sawah," katanya.

Dengan harga gabah yang cukup tinggi dan tanpa perlu repot menjemurnya, petani di Kabupaten Cirebon memilih untuk langsung menjual gabahnya. Mereka hanya menyimpan sedikit untuk kebutuhan konsumsi keluarga masing-masing.

"Petani cuma nyetok 10-20 persen untuk kebutuhan makan keluarga. Sisanya, 80-90 persen gabah langsung dijual," ujar Tasrip.

Di sisi lain, Tasrip mengaku khawatir dengan banyaknya stok gabah yang dikuasai bandar swasta. Dia khawatir jika di kemudian hari harga beras di pasaran akan dikuasai mereka.

"Mereka kan sudah memprediksi kondisi musim kedepan seperti apa. Kita kalah jauh dari mereka," ucapnya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler