Rektor UMJ: Thomas Djamaluddin tidak Mau Mawas Diri
Profesor BRIN masih terus menyindir Muhammadiyah dan menuding mau dikriminalisasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, masih menyindir Muhammadiyah yang berusaha membungkamnya terkait perbedaan penentuan Lebaran. Hal itu setelah peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin sudah dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri.
Pun Thomas Djamaluddin sudah membuat pernyataan permohonan maaf kepada keluarga Muhammadiyah. Namun, dari status-statusnya di Facebook masih terus menebar pernyataan yang tak menggambarkan ketulusan dalam meminta maaf.
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ma'mun Murod Al-Barbasy menilai, bahkan Thomas melemparkan tuduhan terbaru seolah Muhammadiyah tidak siap dikritik, sehingga pengkritiknya harus dikriminalisasi serta dilaporkan ke kepolisian. Menurut dia, Thomas sudah lupa dengan konteks kritikan kepada Muhammadiyah.
Baca: Peneliti BRIN AP Hasanuddin Ternyata Pandai Berjoget di Tiktok
"Saya kira pernyataan Pak Thomas keluar konteks. Tak ada yang mengkriminalisasi Pak Thomas atas pernyataan-pernyataannya selama ini yang cenderung menyudutkan ijtihad Muhammadiyah," ujar Ma'mun kepada Republika.co.id di Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Ma'mun pun mempertanyakan tudingan Thomas terkait Muhammadiyah yang mencoba mencari cara untuk membungkamnya dengan memasukkan ke dalam penjara. "Kriminalisasinya di mana? Kan terbukti Pak Thomas sampai saat ini tidak ikut-ikutan menjadi tersangka," ucap ketua Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (PP DMI) tersebut.
Menurut Ma'mun, kepolisian tidak menetapkan Thomas sebagai tersangka karena penyidik paham benar bahwa yang disoal dan dilaporkan Muhammadiyah terkait ancaman pembunuhan yang dilakukan AP Hasanuddin. Ma'mun menyebut, yang disoal kawan-kawan Muhammadiyah, bahkan sampai melaporkan ke kepolisian itu bukan karena pernyataan Thomas yang menyebutkan kalau hisab wujudul hilal itu sudah 'usang' atau 'kuno'.
"Kan sudah cukup lama Pak Thomas berkali-kali menyebut kata 'usang' atau 'kuno' untuk 'melecehkan' Muhammadiyah. Saya yakin kalau niatnya bukan untuk 'melecehkan' pasti sekelas Pak Thomas yang berpendidikan tinggi akan menggunakan bahasa yang lebih santun," ujar Ma'mun.
Baca: BRIN: Di Sidang Etik, AP Hasanuddin Berkali-kali Sampaikan Penyesalan
Dengan menggunakan rujukan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata Ma'mun, Thomas memakai kata 'usang' sebagai 'kuno', itu sebenarnya bisa juga menyebut 'pelupa' dengan sebutan 'linglung' atau 'pikun'. Tentu kata 'pelupa' jauh lebih santun daripada 'pikun'.
"Namun sekali lagi, saya tak menyoal sebutan usang atau kuno. Kalau saya menyoal kata usang atau kuno tentu sudah sejak lama kita persoalkan. Kan Pak Thomas sudah cukup lama menyebut kata usang atau kuno," ujar Ma'mun.
Dia menegaskan, yang dipersoalkan dan dilaporkan ke kepolisian itu ujaran kebencian dan ancaman AP Hasanuddin yang akan melakukan pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah. Ma'mun menyebut, hal itu tentu delik hukum.
"Bahwa kemudian nama Pak Thomas terseret-seret itu lebih karena ada komentar AP. Andai tak ada komentar AP, percayalah warga Muhammadiyah nyantai saja kok," katanya.
Baca: IMM DKI Imbau Kader tak Terprovokasi Ancaman Peneliti BRIN
Ma'mun menegaskan, warga Muhammadiyah sudah terbiasa mendapat olok-olokan, dikafir-kafirkan, dituduh sesat, bahkan dituduh sebagai Wahabi yang merupakan penganut mazhab Hambali. Menuduh Muhammadiyah sebagai Wahabi tentu ngawur. Bagaimana mungkin Muhammadiyah yang tak bermazhab (meski menghargai pendapat para imam mazhab) lalu dituduh sebagai Wahabi yang menganut mazhab.
"Sama sekali tidak nyambung. Namun, apa pun kasus beda Lebaran tahun ini semoga bisa menjadi media muhasabah Pak Thomas untuk lebih bijak. Ciri intelektual itu bijak atau berpikir filosofis, serta menghargai pandangan yang berbeda," kata Ma'mun menjelaskan.