Pemuda Muhammadiyah Jawab Tudingan Thomas Djamaluddin Soal Sindiran Antikritik

Pemuda Muhammadiyah menilai tudingan Thomas tak berdasar

Republika/Putra M. Akbar
Pemuda Muhammadiyah menilai tudingan peneliti senior BRIN Thomas Djamaluddin tak berdasar
Rep: Bambang Naroyono Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pernyataan Thomas Djamaluddin (TDj) yang menyebut Muhammadiyah melakukan pembungkam terhadap kritik bentuk lari dari tanggungjawab. Pemuda Muhammadiyah menegaskan, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia tersebut, bukan anti kritik.

Baca Juga


Ketua Hukum dan Advokasi Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Nasrullah menegaskan dorongan atas proses hukum terhadap Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tersebut, terkait dampak pernyataan yang memicu ujaran kebencian serta ancaman pembunuhan oleh Andi Pengerang Hasanuddin (APH).

“Laporan kami (Pemuda Muhammadiyah) ke Bareskrim jelas tertuju pada statemen suadara AP Hasanuddin terkait dugaan ujaran kebencian dan menakut-nakuti sebagaimana diatur dalam UU ITE (Informasi dan Transasksi Elektronik), yang itu (laporan) tidak ada terkait dengan kritikan Thomas Djamaluddin kepada Muhammadiyah,” ujar Nasrullah dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (5/5/2023).

Akan tetapi, kata Nasrullah menerangkan, jika menengok kronologis perbuatan yang dilakukan oleh APH, akar muasal tindak pidana yang dilakukannya berawal dari unggahan komentar TDj.

“Bila nantinya penyidik memperluas penyidikannya terhadap AP Hasanuddin hingga ke statemen saudara Thomas Djamaluddin yang diduga menjadi pemantik persoalan, itu merupakan kewenangan penyidikan,” sambung Nasrullah.

Sebelumnya, Nasrullah, selaku pelapor APH, meminta penyidik Bareskrim Polri juga menyeret keterlibatan TDj terkait kasus ujaran kebencian, dan pengancaman pembunuhan terhadap para warga Muhammadiyah. 

Akan tetapi, TDj menjawab desakan Pemuda Muhammadiyah tersebut dengan mengatakan, sikap Muhammadiyah yang melakukan pelaporan dan ‘paksaan’ penjeratan pidana sebagai sikap anti serta bentuk pembungkaman terhadap kritikan.

“Muhammadiyah yang saya hormati karena semangat tajdid akan mencatatkan dalam sejarah sebagai organisasi pembungkam kritik? Semoga masih ada akal sehat untuk mempertimbangkannya,” kata Thomas kepada Republika.co.id, Rabu (3/5/2023).

APH dan TDj, adalah dua peneliti pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menjadi pemicu keresahan publik terkait pengancaman pembunuhan terhadap para warga Muhammadiyah.

Baca juga: Shaf Sholat Campur Pria Wanita di Al Zaytun, Ustadz Adi Hidayat Jelaskan Hukumnya

Pengancaman tersebut dilakukan melalui akun Facebook, pada 23 April 2023. Kasus itu bermula dari unggahan komentar yang disampaikan TDj melalui akun media sosialnya.

TDj menyinggung para warga Muhammadiyah yang merayakan Hari Raya Idulfitri 2023 lebih awal ketimbang keputusan pemerintah. Dalam unggahannya itu, TDj menilai warga Muhammadiyah melakukan pembangkangan.

TDj menyindir pembangkangan Muhammadiyah itu dengan meminta fasilitas dan izin penggunaan tempat, atau lapangan untuk gelaran shalat Id lebih awal. “Sudah tidak taat keputusan pemerintah, eh minta difasilitasi tempat shalat Id. Pemerintah pun memberikan fasilitas,” begitu komentar TDj.

Pernyataan TDj itu pun disambut komentar pengancaman pembunuhan oleh APH yang dituliskan pada unggahan tersebut. “Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda Kalender Islam Global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu,” begitu tulis APH.

APH, menantang para warga Muhammadiyah melaporkan pengancamannya itu ke kepolisian karena tak takut dengan penjara.

“Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan!!! Saya siap dipenjara,” begitu sambung tulisan APH. Sikap dan unggahan TDj, bersama APH tersebut mendapatkan reaksi dan kecaman dari publik.

Mengingat keduanya adalah peniliti pada badan riset negara. Sejumlah warga dan pengurus Muhammadiyah di berbagai daerah, pun banyak yang melaporkan TDj dan APH ke kepolisian untuk pertanggungjawaban hukum.

Pada Ahad (30/4/2023) penyidik Direktorat Tindak Pidana (Dirtipid) Siber Bareskrim Polri menangkap APH di Jombang, Jawa Timur (Jatim). APH pun ditetapkan tersangka. Penyidik membawa APH ke Jakarta untuk ditahan di Rutan Bareskrim. Penyidik menjerat APH dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) dan atau Pasal 29 juncto Pasal 45B UU ITE 11/2008-19-2016. Sangkaan tersebut terkait tindak pidana ujaran kebencian terhadap individu, atau kelompok tertentu berdasarkan SARA. Serta menakut-nakuti yang ditujukan pribadi. APH terancaman pidana enam tahun penjara. 

 

Dirtipid Siber Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Adi Vivid, pada Senin (1/5/2023) menyampaikan komitmennya menuntaskan kasus tersebut. Dalam lanjutan penyidikan kata Adi Vivid, timnya akan melakukan pengembangan untuk menjerat semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. “Tidak menutup kemungkinan apabila nanti dalam pengembangan, dari bukti-bukti percakapan, ada kami temukan lagi keterlibatan yang lainnya,” begitu ujar Adi di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (2/5/2023).    

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler