BRIN: Populasi Macan Tutul Jawa di Gunung Ungaran Tinggal Hitungan Jari
Kawasan hutan di Gunung Ungaran perlu ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Populasi satwa macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) di Gunung Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, di ambang kepunahan. Keberadaan satwa liar habitat lokal di hutan kawasan Gunung Ungaran tersebut kini hanya tinggal hitungan jari.
Hal ini terungkap dari diskusi oleh Peneliti Ahli Utama Konservasi Keanekaragaman Hayati Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Hendra Gunawan, bersama peneliti Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan perwakilan Djarum Foundation.
Peneliti Unnes antara lain Prof Nana Kariada Tri dan Prof Margareta Rahayuningsih bersama dengan tim. Menurut Prof Hendra, kawasan hutan di Gunung Ungaran menjadi salah satu habitat macan tutul Jawa, selain di Gunung Muria Kabupaten Kudus.
Bedanya, keberadaan macan tutul Jawa di Gunung Ungaran belum terekam oleh camera trap (kamera jebakan) seperti halnya di Gunung Muria. Namun dari hasil studi yang dilakukan oleh peneliti Unnes diperoleh petunjuk keberadaan satwa liar tersebut masih ada di Gunung Ungaran.
Seperti dari sisa kotoran dan bekas-bekas cakaran dari satwa sub species macan tutul ini. “Hanya saja, tim peneliti Unnes ini tidak punya cukup banyak kamera jebakan untuk mampu mendeteksi populasi macan tutul Jawa di sana,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Karena, lanjutnya, hanya memasang kurang dari 10 unit kamera jebakan, sehingga belum bisa merekam keberadaan macan tutul Jawa di Gunung Ungaran. Idealnya dibutuhkan hingga 40 unit kamera jebakan untuk bisa merekam.
Prof Hendra juga menyampaikan, dahulu saat S1 pernah melakukan penelitian di Gunung Ungaran dan terakhir pada 2010, bahwa populasi macan tutul Jawa masih ada.
Demikian halnya hasil penelitian tim Unnes juga menegaskan keberadaan macan tutul Jawa di Gunung Ungaran masih ada melalui bukti-bukti yang ditemukan, hanya saja berapa populasinya belum diketahui.
“Namun dulu di 2010, melalui penelitian saya di Gunung Ungaran dengan pemodelan daya dukung itu, populasinya tinggal kisaran empat hingga tujuh ekor saja,” jelas dia.
Sebagai gambaran, masih kata Prof Hendra, hasil penelitian macan tutul Jawa yang dilakukannya di Gunung Muria dengan pemodelan daya dukung ternyata hasilnya tidak terlalu jauh berbeda dengan menggunakan kamera jebakan.
“Dari hasil pemodelan daya dukung, saya perkirakan populasinya ada kisaran 11 hingga 19 ekor di Gunung Muria, sementara hasil dari kamera jebakan terungkap ada 13 ekor, jadi tidak terlalu meleset jauh,” tegasnya.
Terkait kondisi ini, ada beberapa rekomendasi yang disampaikannya dalam diskusi. Antara lain mendorong tim peneliti Unnes untuk bekerja sama dengan Djarum Foundation dalam memperbanyak kamera jebakan guna mengetahui populasi macan tutul Jawa di Kabupaten Semarang.
Selain itu juga mendorong agar kawasan hutan di Gunung Ungaran yang meliputi wilayah kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Karena statusnya masih hutan produksi dan hutan lindung.
Karena jika tidak ditetapkan sebagai kawasan konservasi, maka tidak ada jaminan kelestarian ke depan. Apalagi kawasan Gunung Ungaran tak hanya kaya akan keragaman hayati dan satwa endemik, namun juga menjadi hulu DAS yang menentukan terhadap risiko banjir dan kekeringan.
“Ternyata kekayaan satwa endemik lokal di Gunung Ungaran juga beragam, ada elang Jawa, burung rangkong, berbagai jenis mamalia seperti kijang dan primata seperti lutung, serta berbagai satwa langka dilindungi yang endemik lainnya,” jelasnya.