Gelombang Panas Asia Menggila, Kenapa Indonesia tak Terdampak?

Gelombang panas terjadi di Asia, namun tak berdampak pada Indonesia.

retizen /SALSABILA WINDASARI
.
Rep: SALSABILA WINDASARI Red: Retizen
source : Air temperature from the Global Deterministic Prediction System, Environment and Climate Change Canada

Akhir - akhir ini kita bisa merasakan suhu udara yang begitu panas hingga terasa membakar permukaan kulit kita. Hal ini karena gelombang panas yang sedang melanda negara - negara Asia yang terjadi sejak bulan April dan diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Oktober. Gelombang panas (Heatwave) merupakan siklus tahunan yang umumnya terjadi akibat dari pola cuaca dari sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu wilayah dengan luas daratan yang begitu besar dan terjadi secara berturut - turut setiap harinya.


Gelombang panas yang melanda negara - negara Asia pada tahun 2023 dinilai menjadi gelombang panas dengan suhu tertinggi daripada tahun - tahun sebelumnya. Negara - negara Asia khususnya di wilayah Asia selatan, seperti Bangladesh dan India paling merasakan dampak dari adanya fenomena ini. Selain itu, negara - negara Asia lainnya seperti Myanmar, Thailand, China, dan Laos juga merasakan dampak dari adanya gelombang panas.

Sementara beberapa negara di Asia terdampak oleh gelombang panas, hal serupa tidak terjadi di Indonesia. Indonesia tetap dalam suhu normal, yaitu dengan maksimum suhu 37,2 derajat Celcius dan rentang suhu 34 hingga 36 derajat Celcius di beberapa wilayah Indonesia berdasarkan dari pengamatan yang dilakukan oleh BMKG. Lalu mengapa hal demikian dapat terjadi? Bukankah Indonesia juga hampir memiliki kesamaan kondisi iklim dengan negara - negara Asia yang terlanda fenomena gelombang panas? Mari kita bahas lebih lanjut mengenai secuil hal menarik tersebut.

Letak dan kondisi geografis Indonesia

Dalam beberapa fenomena alam, letak dan kondisi geografis suatu negara turut berperan menentukan bahwa negara tersebut akan terdampak suatu fenomena alam ataukah terhindarkan darinya. Letak dan kondisi geografis Indonesia dikatakan cukup menguntungkan, berdasarkan faktor geografisnya Indonesia dapat terhindarkan dari gelombang panas yang sedang terjadi. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Kepala BMKG RI yang menyatakan bahwa secara karakteristik fenomena gelombang panas umumnya terjadi di wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, di Belahan Bumi bagian Utara maupun di Belahan Bumi bagian Selatan. Di samping itu, gelombang panas ini juga terjadi di wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan wilayah yang besar atau wilayah kontinental atau sub-kontinental. Sementara wilayah Indonesia terletak di wilayah ekuator dengan kondisi geografis kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas. Dengan kondisi kepulauan yang dikelilingi oleh perairan, wilayah di Indonesia tidak memiliki suatu area dengan luasan yang besar, yang mana hal tersebut tidak dapat menyebabkan berkembangnya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi secara persisten yang berkaitan dengan awal mula terjadinya fenomena gelombang panas.

Suhu panas di Indonesia tidak termasuk gelombang panas

Peningkatan suhu pada suatu wilayah dapat dikatakan sebagai gelombang panas haruslah memenuhi suatu karakteristik tertentu yang telah ditentukan oleh badan ahli. Dalam penentuan gelombang panas, dapat dilihat secara karakteristik fenomena maupun indikator statistik suhu kejadian. Berdasarkan BMKG, jika dilihat secara karakteristik fenomena, suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat adanya gerak semu matahari yang merupakan siklus yang biasa dan terjadi berulang setiap tahunnya. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui jika potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya. Kemudian secara indikator statistik suhu kejadian, lonjakan suhu maksimum yang mencapai 37,2 derajat Celcius melalui pengamatan stasiun BMKG di Ciputat pada tanggal 17 April 2023 hanya terjadi satu hari lalu suhu tersebut turun dan menjadi suhu maksimum 34 derajat Celcius - 36 derajat Celcius yang masih dalam kisaran normal.

Dengan demikian, meski Indonesia tidak terdampak oleh adanya gelombang panas, kita harus tetap waspada dengan menjaga kondisi lingkungan sekitar agar tidak memperparah global warming yang juga dapat meningkatkan suhu udara. Di samping itu, Indonesia juga tengah beralih dari musim hujan ke musim kemarau yang cukup panjang dan berpotensi mengalami kekeringan. Oleh karenanya, tidak ada salahnya jika kita tetap waspada yang dimulai dari diri sendiri.

sumber : https://retizen.id/posts/215667/gelombang-panas-asia-menggila-kenapa-indonesia-tak-terdampak
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler