Lewat Musra, Jokowi Ingin Tunjukkan ke Parpol Punya Pengaruh Besar di Pilpres 2024
Meski bukan orang penting di parpol, Jokowi punya akses dan jejaring kuat di relawan.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Febrian Fachri, Dessy Suciati Saputri
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Ahad (14/5/2023) menghadiri acara musyawarah rakyat (Musra) di Istora Senayan Jakarta. Pengamat politik Adi Prayitno menilai, Jokowi memang sering menggunakan panggung-panggung politik relawan seperti Musra sebagai media konsolidasi.
Menurut Adi, relawan-relawan Jokowi itu merupakan replika politik Jokowi dan selalu menjadi panggung politik Jokowi karena dia bukan ketum parpol. Di PDIP, misalnya, Jokowi tidak bisa bicara atas nama PDIP, apalagi pilpres.
"Karena yang bisa bicara tentang pilpres hanya Megawati, beda dengan ketum-ketum lain," kata Adi kepada Republika, Senin (15/5/2023).
Menurut Adi, selalu bicara pilpres melalui simpul-simpul relawan. Hal ini menegaskan Jokowi sekalipun bukan orang penting di partai, tapi memiliki akses dan jejaring yang kuat dengan para relawan politik.
Jokowi lewat relawan, ingin menunjukkan dirinya bisa menentukan akselerasi dan kemenangan pada 2024. Sekalipun bukan elite parpol, Jokowi tetap bisa mengonsolidasikan kekuatan-kekuatan politik yang berasal dari akar rumput dan rakyat.
"Makanya, dalam sambutannya Jokowi mengatakan Musra ini adalah aspirasi rakyat bukan aspirasi elite, itu yang ingin ditegaskan kalau Jokowi bersama rakyat," ujar Adi.
Pengamat politik, Hendri Satrio pun mengakui, Presiden Jokowi akan selalu memiliki dampak besar untuk kontestasi 2024. Hal itu dikarenakan Jokowi merupakan presiden, penguasa yang merupakan pula penyelenggara pemilu.
Maka itu, ia berpendapat, tidak heran apa saja yang dilakukan Presiden Jokowi pasti memberikan dampak untuk dinamika menjelang 2024. Namun, dampak dari semua itu kepada perolehan suara tetap tergantung rakyat.
"Contoh, berdasarkan survei Kedai Kopi, responden 63 persen ingin perubahan," kata Hensat kepada Republika, Senin (15/5).
Pendiri Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik (Kedai Kopi) itu menekankan, sudah jadi ritual demokrasi dalam 10 tahunan ada pergantian pemimpin. Artinya, perubahan jadi pesan yang ditunggu masyarakat.
"Karena, memang masyarakat selalu menunggu menjadi lebih baik," ujar Hendri.
Pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul, menilai kehadiran Jokowi di acara Musra itu memperlihatkan rendahnya kualitas pemahaman Jokowi terhadap demokrasi sekaligus cermin rasa ketakutan Jokowi memasuki masa purna tugas.
"Menurut saya, kehadiran dan pidato jokowi di acara Musra, menurut saya memperlihatkan rendahnya kualitas pemahaman demokrasi. Artinya, jokowi sangat ketakutan memasuki masa purna tugas. Ini bisa memunculkan spekulasi politik dan hukum," kata Najmuddin, kepada Republika, Ahad (14/5/2023).
Pada acara Musra tersebut lanjut Najmuddin, Jokowi kembali menyebutkan sejumlah nama yang ia endorse untuk didukung menjadi capres dan cawapres. Seharusnya, kata Najmuddin, sebagai presiden yang masih menjabat, Jokowi bersikap netral dan fokus menyelesaikan tugasnya hingga masa jabatan habis.
"Ini juga jokowi tidak menghormati etika politik. Semestinya jokowi harus fokus pada penyelesaian tugas kepresidenan, seperti pemerataan pembangunan ekonomi dan keadilan serta penegakan hukum," ujar Najmuddin.
Presiden Jokowi pada Ahad (14/5/2023) menghadiri acara Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia di Istora Senayan, Jakarta. Dalam arahannya, Jokowi pun meminta agar para relawan tetap solid dan kompak agar tak dilecehkan.
“Saya sangat bangga bahwa seluruh relawan saudara-saudara semuanya masih solid dan kompak. Ini penting. Karena kalau kita nggak solid dan kompak kita ini akan dilecehkan, tahu? Mau dilecehkan?,” kata Jokowi.
Jokowi menilai, jika seluruh relawan tetap menjaga kekompakan dan kesolidan, maka keberadaannya pun akan diperhitungkan. “Kalau kita kompak dan solid kita akan diperhitungkan. Setuju?,” ujarnya.
Setelah menerima hasil nama capres dari Musra, Jokowi pun mengaku belum bisa memutuskannya. “Tadi di ruang tunggu para ketua menyampaikan kepada saya beberapa nama yang terekam kuat. Saya sudah mendengar, tapi saya ingin resmi tadi yang disampaikan pak Panel Barus itu resmi, belum saya buka,” ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan, saat ini sejumlah partai politik masih belum selesai membentuk koalisi untuk mengusung capres dan cawapresnya di Pilpres 2024. Karena itu, ia meminta agar memberikan waktu kepada partai atau gabungan partai untuk menyelesaikannya terlebih dahulu.
“Jadi saya terus terang, ini harus kita berikan waktu kepada partai atau gabungan partai untuk menyelesaikan urusan capres dan cawapresnya seperti apa,” kata Jokowi.
Jokowi menegaskan, berdasarkan konstitusi, yang bisa mencalonkan capres dan cawapres adalah partai atau gabungan partai. Ia menilai, langkahnya ini merupakan salah satu strategi politik.
“Sehingga itu bagian saya untuk memberikan bisikan kuat kepada partai-partai yang sekarang ini juga koalisinya belum selesai. Jadi kalau saya ngomong sekarang untuk apa? Itu yang namanya strategi ya itu,” ujarnya.
Karena itu, ia pun meminta para relawan agar tak terburu-buru dalam menentukan capres dan cawapres yang akan dipilih. Meskipun begitu, Jokowi menyampaikan apresiasinya kepada Musra yang telah melakukan penjaringan nama capres dan cawapres yang diinginkan rakyat.
“Jangan tergesa-gesa, jangan grusa grusu, jangan pengen cepet-cepetan karena Belanda masih jauh,” kata Jokowi.
Menurut Jokowi, Indonesia membutuhkan pemimpin yang kuat yang mampu menghadapi ketidakpastian global yang sulit diprediksi. Ia pun menyebut akan mengusahakan agar pemimpin Indonesia berikutnya merupakan sosok yang kuat.
“Oleh sebab itu, ke depan negara ini butuh kepemimpinan yang kuat. Dan mampu menghadapi ketidakpastiaan dunia, mampu menghadapi ketidakpastian global. Setuju? Kita butuh kepemimpinan yang kuat, setuju? Itu yang baru saya usahakan,” kata Jokowi.
Selain kepemimpinan yang kuat, Indonesia juga butuh pemimpin yang memiliki komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi serta merawat demokrasi.
“Kepemimpinan yang kuat itu dibutuhkan, yang memiliki komitmen yang kuat untuk anti korupsi, yang memiliki komitmen yang kuat untuk merawat demokrasi, penting. Jangan nanti ada yang mau Musra dilarang,” ujarnya.
Saat ditanya apakah Prabowo Subianto merupakan sosok pemimpin yang kuat, Jokowi kembali menyampaikan, bahwa yang memiliki kewenangan untuk mencalonkan capres adalah partai atau gabungan partai. Sedangkan Musra digelar untuk menjaring sosok pemimpin yang diinginkan oleh rakyat.
“Kita ini relawan, rakyat ya. Kita harus tahu dulu yang itu. Tapi relawan juga memiliki pandangan, memiliki gagasan, memiliki ide untuk misalnya tadi membuat Musra untuk menjaring aspirasi dibawah seperti apa, yang diinginkan siapa, akar rumput menginginkan siapa, rakyat menginginkan siapa, itu yang ingin kita dengar dan ingin saya tahu,” jelas Jokowi.