Bela Denny Indrayana, Anies: Polri Harus Lindungi Kebebasan Berpendapat

Anies minta Polri harus melindungi kebebasan berpendapat soal laporan Denny Indrayana

Republika/ Febryan A
Calon presiden Anies Baswedan di Nasdem Tower, Jumat (2/6/2023). Anies minta Polri melindungi kebebasan berpendapat soal laporan Denny Indrayana.
Rep: Febryan A Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan angkat bicara terkait pelaporan pakar hukum tata negara Denny Indrayana ke polisi atas dugaan membocorkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Anies mengaku percaya polisi akan melindungi kebebasan berpendapat.

Baca Juga


"Saya percaya kepolisian akan menjaga maruah demokrasi di Indonesia. Jadi walaupun ada laporan-laporan itu silakan saja orang bikin laporan, namanya juga bikin laporan, tapi saya percaya polisi akan melindungi kebebasan berpendapat," kata Anies kepada wartawan di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Jumat (2/6/2023).

Anies mengajak semua pihak untuk menghormati kebebasan berpendapat orang lain. Sebab, kebebasan berpendapat merupakan hak dasar bagi orang merdeka dalam sistem demokrasi. Apalagi, kebebasan berpendapat adalah hak yang dilindungi undang-undang. 

Jangan sampai, lanjut dia, orang merasa takut mengungkapkan pikiran dan pendapatnya karena bisa dikriminalisasi. "Jadi kita perlu menghormati pikiran, pandangan yang diungkapkan dan saya percaya aparat kepolisian akan menjaga maruah itu sehingga kehidupan berdemokrasi kita makin sehat," kata Anies, sosok yang diusung sebagai capres oleh Partai Demokrat, Nasdem, dan PKS. 

Sebelumnya, Ahad (28/5/2023), Denny Indrayana mengaku mendapat informasi dari sumber terpercaya bahwa MK akan memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Ketika itu, Denny juga menyinggung upaya Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko merebut Partai Demokrat. 

'Bocoran' putusan yang disampaikan Denny itu seketika membuat dunia politik-hukum heboh. Juru bicara MK menyebut hakim konstitusi belum membuat putusan atas gugatan uji materi sistem proporsional terbuka itu. Sedangkan Menko Polhukam Mahfud MD menyebut Denny membocorkan rahasia negara dan meminta polisi melakukan penyelidikan. 

Pada Rabu (31/5/2023), ternyata seorang berinisial AWW melaporkan Denny ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. AWW melaporkan mantan wakil menteri hukum dan HAM itu dengan empat sangkaan sekaligus, yakni tindak pidana ujaran kebencian atau SARA, penyebaran kabar bohong atau hoaks, penghinaan terhadap penguasa, dan pembocoran rahasia negara. 

"Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri atas laporan tersebut,” ujar Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Sandi Nugroho dalam siaran pers yang diterima wartawan pada Jumat (2/6/2023).

Polri menerima empat jenis persangkaan dalam pelaporan kasus pembocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilihan umum (pemilu) yang diduga dilakukan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana (DI). Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Sandi Nugroho mengatakan tim di Bareskrim Polri saat ini sedang melakukan pendalaman terkait materi kasus yang dilaporkan oleh inisial AWW pada 31 Mei 2023 lalu.

Irjen Sandi mengatakan, DI sebagai terlapor dimintakan untuk dijerat dengan tindak pidana ujaran kebencian atau SARA. Juga menyangkut berita bohong atau hoaks. Serta penghinaan terhadap peguasa, dan pembocoran rahasia negara. “Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri atas laporan tersebut,” ujar Irjen Sandi dalam siaran pers yang diterima wartawan pada Jumat (2/6/2023). Sandi mengatakan, pelaporan tersebut dilakukan terhadap pemilik akun media sosial twitter @dennyindrayana, dan pemilik akun instagram @dennyindrayana99.

Penjeratan atas empat persangkaan itu, kata Irjen Sandi, pelapor meminta penyidik Bareskrim Polri menggunakan Pasal 45 A ayat (2), juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-undang (UU) 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Juga Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Dan juga Pasal 112 KUH Pidana, serta sangkaan Pasal 207 KUH Pidana. Kata Sandi melanjutkan, terkait pendalaman kasus itu, penyidik, dalam penyelidikan kasus tersebut sudah menerima sejumlah saksi untuk dapat diperiksa atas nama WS, dan AnAF.

“Adapun uraian kejadian yaitu pada tanggal 31 Mei 2023 pelapor melihat postingan di media sosial Twitter dengan nama akun @dennyindrayana dan media sosial Instagram dengan nama akun @dennyindrayana99 yang memposting tulisan yang diduga mengandung unsur ujaran kebencian (SARA), Berita Bohong (Hoax), Penghinaan Terhadap Penguasa dan Pembocoran Rahasia Negara,” begitu kata Sandi.

Kasus yang menyeret nama Denny Indrayana ke masalah hukum ini memang menyangkut soal pernyataannya di sejumlah media sosial pribadi yang mengungkapkan tentang hasil putusan sidang MK terkait sistem pemilu. Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) di Universita Gadjah Mada (UGM) itu mengaku mendapatkan informasi tentang MK yang sudah memiliki keputusan untuk mengabulkan permohonan terkait perubahan sistem pemilu dari model proporsinal terbuka, menjadi proporsional tertutup. Dari penyampaiannya di media sosial, Denny Indrayana menuliskan, dirinya mendapatkan informasi bahwa MK akan memutuskan untuk mengabulkan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 mendatang.

Pernyataan Denny Indrayana itu, menjadi perdebatan di banyak kalangan. Akan tetapi, Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, penyampaian informasi yang dilakukan oleh Denny Indrayana itu, merupakan pembocoran rahasia negara. Menurutnya, putusan MK tersebut adalah rahasia negara yang tak boleh disampaikan ke publik sebelum dibuka dalam sidang putusan yang terbuka untuk umum. Karena itu, Mahfud MD yang mengatakan, penyampaian oleh adik kelasnya sesama UGM itu, masuk kategori pembocoran rahasia negara, dan dapat dipidana.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler