Revitalisasi Lokananta, Cara Erick Thohir Rawat Upaya Bung Karno

Revitalisasi Lokananta telah rampung.

ANTARA FOTO/MOHAMMAD AYUDHA
Pengunjung melihat display instalasi koleksi piringan hitam di Museum Lokananta, Solo, Jawa Tengah, Jumat (2/6/2023).
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, telah merampungkan revitaliasi Lokananta, studio rekaman pertama di Indonesia yang berada di Solo, Jawa Tengah. Selesainya revitalisasi Lokananta itu ditandai dengan pagelaran Festival Lokananta 2023 pada 3-4 Juni lalu dengan menghadirkan 21 penyanyi papan atas lintas generasi. 

Baca Juga


"Lokananta punya sejarah panjang. Cikal bakal musik Indonesia ketika presiden pertama kita Pak Soekarno untuk mendorong agar musik Indonesia naik dan mengurangi dominasi musik barat," kata Erick ketika berkunjung ke sana, beberapa waktu lalu.

Rencana revitalisasi Lokananta, yang sebelumnya sempat telantar, diumumkan Erick Thohir pada 8 Agustus 2022. Saat itu, Erick merasa masygul melihat kondisi Lokananta yang tak terawat. Pasalnya, Lokananta adalah saksi sejarah perkembangan musik Tanah Air. 

Dalam salah satu plakat yang dipajang di Museum Lokananta, disebutkan bahwa Lokananta adalah titik nol dalam perjalanan usaha negara untuk mendokumentasikan, mempromosikan, dan memodernisasi kebudayaan Indonesia yang dilakukan Bung Karno. Mulanya adalah keresahan atas dominasi lagu-lagu Barat yang diputar di Radio Republik Indonesia (RRI) pascakemerdekaan atau sekitar awal 1950-an. 

Saban hari yang diputar adalah lagu-lagu yang dinyanyikan antara lain oleh Elvis Presley, Frank Sinatra dan lainnya. Sementara lagu Indonesia masih berupa lagu-lagu daerah. 

Direktur RRI saat itu, Raden Maladi, kemudian berinisiatif membuat pabrik piringan hitam milik pemerintah untuk rekaman pada 1956. Hasil rekaman kemudian diedarkan ke seluruh daerah dengan label "Indra Vox" atau Indonesia Raya Vox. 

Tak disangka, nama itu ditolak oleh Bung Karno lantaran dinggap kebarat-baratan. Akhirnya, lahirlah nama Lokananta. 

Keresahan atas dominasi lagu-lagu Barat saat itu disinggung Bung Karno saat menyampaikan pidato pada 17 Agustus 1959 yang dikenal sebagai "Manifesto Usdek". Salah satu isinya menyinggung lagu-lagu Barat yang disebut sebagai imperialisme kebudayaan. 

Sejak itu, RRI tak lagi memutar lagu-lagu Barat beraliran rock n' roll, cha-cha, tango atau mambo. Sebagai gantinya, Lokananta merilis rekaman yang kental dengan muatan musik dan budaya lokal dari berbagai daerah di Indonesia. Lokananta juga memproduksi ulang pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan untuk disebar ke stasiun RRI di daerah. 

Selain itu, Lokananta juga memiliki ribuan koleksi, termasuk master rekaman lagu kebangsaan Indonesia Raya yang pertama kali dinyanyikan. Ada juga master lagu dari berbagai penyanyi legendaris Indonesia seperti Gesang, Waldjinah, dan Titiek Puspa.

Pada 1962, saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games, Raden Maladi yang saat itu menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga meminta Lokananta memproduksi seri 4 album kompilasi lagu-lagu daerah termasuk Rasa Sayange dan lagu daerah lainnya untuk dibagikan kepada kontingen Asian Games pada 15 Agustus 1962. Kompilasi lagu itu diberi judul "Asian Games: Souvenir from Indonesia." 

Persinggungan sejarah itu pula yang membuat Erick Thohir bergetar hatinya. Seperti diketahui, Erick adalah Ketua Panitia Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.

"Tentu saya tadi ketika mutar (Lokananta) saya agak bergetar sedikit rupanya ada koneksi di sini tahun 1962 rekaman lagu Asian Games. Begini-begini bekas ketua Asian Games," kata Erick saat berkunjung ke Lokananta.

Dengan fakta sejarah seperti itu, Erick merasa Lokananta harus dihidupkan kembali agar generasi muda paham sejarah bangsa. Lokananta adalah saksi sejarah bagaimana Bung Karno membangun ketahanan budaya nasional untuk melawan apa yang disebutnya sebagai imperialisme kebudayaan barat. 

Revitalisasi Lokananta dilakukan Kementerian BUMN melalui PT Danareksa (Persero) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dengan dukungan dari Pemerintah Kota Solo. Erick berharap  Lokananta sebagai aset bersejarah dapat terus dijaga, dimanfaatkan, dan dikembangkan. 

"Hal ini yang saya rasa kenapa ini sesuatu yang bersejarah yang harus kita jaga karena tidak mungkin bangsa besar kita mau maju tetapi tidak punya fundamental budaya," kata Erick.

Setelah direnovasi, kata Erick, Lokananta yang menempati areal sekitar dua hektare tidak lagi hanya berfungsi sebagai studio rekaman, tetapi juga dilengkapi tempat konser musik berkapasitas 4.500 orang, museum musik, dan area UMKM.

"Yuk, kita kembali ke Lokananta," ungkap Erick.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler