Israel Pertimbangkan Mengakui Kedaulatan Maroko di Sahara Barat

Sahara Barat menjadi wilayah yang disengketakan antara Maroko dan kelompok Polisario.

FOREIGN POLICY
Pendukung kelompok separatis Sahara Barat berunjuk rasa di Maroko
Rep: Lintar Satria, Kamran Dikarma Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kepala Dewan Keamanan Nasional (NHC) Israel Tzachi Hanegbi berkunjung ke Rabat. Seorang pejabat mengatakan kunjungan ini digelar saat Israel mempertimbangkan untuk mengumumkan mengakui kedaulatan Maroko di Sahara Barat yang disengketakan.

Baca Juga


Maroko menganggap Sahara Barat sebagai miliknya tapi Aljazair mendukung kelompok Polisario yang menuntut kemerdekaan di sana. Pada 2020, mantan Presiden Amerika Serikat (AS) mengakui kedaulatan Maroko di Sahara Barat sebagai imbalan memperbaiki hubungan dengan Israel.

Sumber diplomatik mengatakan langkah ini dapat meningkatkan hubungan bilateral. Misi perwakilan masing-masing negara yang saat ini berstatus kantor penghubung dapat menjadi kedutaan besar ekonomi dan kedua negara kemungkinan akan menyepakati perdagangan bebas.

Kementerian Luar Negeri Israel menolak memberikan komentar mengenai isu ini. Tapi sumber dari kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengakui pemerintah membahasnya dengan NHC. Hanegbi bertemu dengan Menteri Luar Negeri Nasser Bourita di Maroko.

"(Keduanya membahas) memperkuat kerja sama antara dua negara di bidang seperti tata negara dan keamanan," kata pernyataan yang disampaikan kantor perdana menteri Israel mengenai pertemuan tersebut, Rabu (7/6/2023).

Kepala misi diplomasi Israel di Rabat Kementerian Luar Negeri Israel dan Maroko membahas Sahara Barat dan "keputusan akhir akan diambil kedua kementerian."

Memenangkan dukungan untuk Sahara Barat menjadi tujuan utama diplomasi Maroko. Upaya itu telah diperkuat pengakuan Trump dan pengakuan dari kekuatan-kekuatan Barat termasuk mantan penjajah, Spanyol.

Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan ia dan negara-negara lain yang menandatangani Perjanjian Abraham akan rapat dengan Maroko "dengan hitungan pekan." Di stasiun radio Kan, ia tidak mengungkapkan tanggal dan tempat "Negev Forum" yang pertama kali diadakan tahun lalu.  

"Saya berharap kami akan segera bertemu di gurun yang berbeda tapi dengan semangat yang sama," kata Bourita.

Media Maroko melaporkan rapat itu direncanakan digelar di Dakhla, Sahara Barat. Rabat belum mengungkapkan lokasi dan waktunya. Menggelar pertemuan di Dakhla akan menjadi tantangan bagi Washington yang tidak pernah mengikuti janji Trump untuk membuka kantor konsulat AS di Sahara Barat.

Dua puluh delapan negara lain sudah melakukannya baik di Dakhla maupun di Kota Laayoune. Maroko menilai hal itu sebagai dukungan nyata Barat atas kedaulatannya di Sahara Barat. Negara-negara itu termasuk Uni Emirat Arab dan Bahrain yang juga menandatangani Perjanjian Abraham.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler