Rayakan Pride Month Biden Undang Ribuan LGBTQ+
Sejumlah negara bagian di AS meloloskan undang-undang anti LGBTQ+.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengundang ribuan individu LGBTQ+ untuk merayakan Pride Month di Gedung Putih. Biden juga mengumumkan inisiatif baru untuk melindungi komunitas LGBTQ+.
Di tengah pemantauan kondisi asap yang masuk ke AS dari area kebakaran hutan dan lahan Kanada, Gedung Putih mempertimbangkan untuk menjalankan rencana perayaan Pride Month pada Kamis (8/6/2023) malam waktu setempat.
Acara yang dirancang adalah makan-makan, gim, melukis wajah dan foto. DJ Queen HD diundang untuk menyajikan musik kepada para undangan dan penyanyi Betty Who juga mendapatkan undangan tampil dalam acara tersebut.
Karine Jean-Pierre, sekretaris pers Gedung Putih yang pertama secara terbuka mengaku penyuka sesama jenis, menyatakan Biden, Wakil Presiden Kamala Harris serta pasangan mereka merupakan pendukung kuat komunitas LGBTQ+.
Menurut dia, Biden berpikir mengadakan perayaan merupakan cara untuk mengangkat pencapaian dan kontribusi mereka. ‘’LGBTQ+ perlu tahu Biden pendukung mereka dan akan terus berjuang untuk mereka,’’ kata Jean-Pierre.
Biden mengumumkan, Department of Homeland Security bersama departemen kehakiman serta Health and Human Services (HHS) bermitra dengan komunitas LGBTQ+ menyediakan sumber daya agar mereka aman dan pelatihan untuk mengantisipasi serangan kekerasan.
HHS dan Department of Housing and Urban Development akan menyediakan sumber daya untuk membantu anak muda LGBTQ+ dengan kebutuhan kesehatan mental serta membantu mereka yang tuna wisma.
Setelah Mahkamah Agung tahun lalu mementahkan hak konstitusional perempuan untuk aborsi, Biden menandatangani legislasi untuk melindungi persamaan hak dalam menikah. Ia pun mendesak Kongres mengirimnya Equality Act, yang mencakup perlindungan bagi LGBTQ.
Meski demikian, ada sejumlah negara bagian yang juga meloloskan undang-undang anti LGBTQ+. Di antaranya Florida. Gubernur Negara Bagian Florida, Ron DeSantis, yang juga maju menjadi kandidat calon presiden Partai Republik telah berhasil menghasilkan aturan anti-LGBTQ.
Menurut American Civil Liberties Union, terdapat 480 RUU anti-LGBTQ yang telah diajukan ke badan legislatif negara bagian di AS tahun ini. The Human Rights Campaign, organisasi advokasi LGBTQ+ menyebutnya kondisi darurat.
Menurut mereka, lebih dari 525 RUU anti-LGBTQ+ diusulkan dan lebih dari 70 diloloskan menjadi UU. Jumlahnya dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Di sisi lain, kelompok konservatif dan sayap kanan berharap parlemen bisa mengesahkan UU semacam itu.
Tujuannya untuk membatasi kampanye LGBTQ+ masuk ke dunia pendidikan di sekolah-sekolah, melarang kampanye transisi gender masuk ke layanan kesehatan, dan kampanye lainnya. Mereka juga melakukan gerakan lain.
Mereka juga melakukan gerakan lain. Belum lama ini, mereka mendesak jaringan supermarket Target menarik kembali produk Pride Collection yang mendukung kampanye gerakan LGBTQ+.
Tokoh sayap kanan, Matt Walsh dalam tweet-nya pada Rabu (25/5/2023) menulis, kelompok LGBTQ bertujuan "membuat 'Pride Collection' menjadi sampah dan racun" bagi merek-merek lain. Mereka akan membayar harganya.
Walsh menyinggung badai yang melanda Bud Light, setelah merek bir tersebut bermitra dengan seorang influencer transgender Dylan Mulvaney pada musim semi ini. Setelah itu, penjualan Bud Light menurun setelah kampanye daring dan seruan boikot.
Aktivis konservatif lainnya juga menyatakan kemenangannya dengan dihentikannya kampanye LGBTQ+ di jaringan supermarket Target.
Jajak pendapat
Jajak pendapat Gallup mengungkapkan dukungan atas hak gay dan lesbian meningkat. Sekitar 7 dari sepuluh orang dewasa AS mengatakan menikah sesama jenis mestinya secara hukum sah dan hubungan gay dan lesbian bisa diterima secara mora.
Di sisi lain, sikap pada transgender terlihat kompleks. Jajak pendapat pada 2022 oleh KFF, Washington Post, dan Pew Research Center, mayoritas responden mendukung undang-undang yang melarang diskriminasi terhadap transgender baik di rumah, pekerjaan dan sekolah.
Pada waktu yang sama, dua jajak pendapat di atas menemukan, mayoritas warga AS berpikir bahwa laki-laki atau perempuan, jenis kelaminnya ditentukan sesuai kelamin saat mereka lahir. Mereka juga mendukung penetapan aturan ketat pada transgender.
Misalnya, mencegah transgender perempuan dewasa atau gadis bergabung dalam tim olahraga sesuai identitas gender mereka. Juga membatasi akses ke perawatan medis seperti hormon bagi transgender remaja dan anak.