Pemerintah Diminta Kaji Mineral yang Punya Potensi Hilirisasi

Kebijakan pelarangan ekspor merupakan sebuah dukungan untuk program hilirisasi.

ANTARA FOTO/Jojon
Kebijakan pemerintah melarang ekspor mineral mentah berdampak positif bagi langkah hilirisasi.
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Energy Watch Indonesia (EWI) menyebut kebijakan pemerintah melarang ekspor mineral mentah berdampak positif bagi langkah hilirisasi. Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Daymas Arangga mengatakan pemerintah mulai berkomitmen melakukan hilirisasi seperti melarang ekspor nikel dan bauksit meski mendapat tentangan dari negara lain. 

Baca Juga


"Kebijakan (pelarangan ekspor) sebuah dukungan untuk program hilirisasi. Kami melihat pemerintah sudah serius melarang ekspor, meski meski digugat WTO," ujar Daymas dalam diskusi bertajuk "Untung Rugi Larangan Ekspor Mineral Mentah" di Jakarta, Senin (12/6/2023).

Kendati begitu, Daymas meminta pemerintah melakukan kajian lebih mendalam terkait kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah. Pasalnya, Daymas menilai setiap mineral memiliki karakteristik yang berbeda. Daymas menyebut pemerintah harus benar-benar cermat dalam memetakan potensi mineral yang bisa dihilirisasi. Hal ini, Daymas katakan, juga akan berpengaruh dari sisi target pasar yang akan dituju. 

"Kita perlu memitigasi bagaimana ketika mineral sudah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi bisa terserap dengan baik di market," ucap Daymas.

Daymas menyebut kasus Republik Demokratik Kongo (RDK) yang melakukan hilirisasi kobalt dapat menjadi bahan pembelajaran yang baik bagi pemerintah Indonesia. Daymas menilai kebijakan yang diambil pemerintah RDK justru tidak membuahkan hasil yang baik.

"Hilirisasi Indonesia dengan nikel jadi success story, tapi kita perlu lihat juga dengan yang dilakukan RDK yang memperlakukan hilirisasi kobalt tapi tidak berhasil. Makanya perlu dibedakan antara satu mineral dengan mineral yang lain," kata Daymas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler