Wakil Ketua Komisi X DPR Minta Mendikbudristek Rajin Turun ke Lapangan

DPR meminta Kemendikbudristek melakukan perbaikan tata kelola perguran tinggi.

ANTARA/Aditya Pradana Putra
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, (ilustrasi). DPR meminta Mendikbudristek sering-sering terjun ke lapangan.
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mendorong Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk melakukan perbaikan tata kelola perguruan tinggi guna mencegah penyelenggaraan pendidikan yang buruk terjadi kembali. Jika dibiarkan tanpa pengawasan dan penanganan serius, Fikri khawatir akan menimbulkan kerugian besar bagi negara.

Baca Juga


"Saya kira ini serius. Jadi regulasinya pun diperbaiki. Bisa juga dibuat Satgas. Jangan sampai kemudian pendidikan kita tercoreng dan masa depan anak-anak nanti dikorbankan," ungkap Fikri dikutip dari laman Komisi X DPR RI, Kamis (15/6/2023).

Tidak hanya itu, politikus fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berharap Mendibudristek Nadiem Makarim secara berkala terjun langsung memeriksa realita penyelenggaraan perguruan tinggi Indonesia. Hal itu, menurut dia, cukup penting untuk memastikan bahwa pengawasan penyelenggaraan pendidikan betul-betul diawasi oleh negara.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Ditjen Diktiristek) Kemendikbudristek mencabut izin operasional 23 perguruan tinggi swasta (PTS) yang bermasalah dalam periode Mei 2022-Mei 2023. Pencabutan izin operasional itu dilakukan untuk melindungi masyarakat dari penyelenggaraan pendidikan bermasalah.

“Pencabutan izin operasional sejumlah perguruan tinggi dilakukan untuk melindungi masyarakat, terutama mahasiswa, dari penyelenggaraan pendidikan yang buruk dan penipuan oleh penyelenggara pendidikan yang nakal,” ujar Plt Direktur Jenderal Diktiristek Kemendikbudristek, Nizam, lewat keterangannya, kamis (8/6/2023).

Nizam menjelaskan, keputusan untuk mencabut izin operasional beberapa PTS tersebut sudah berdasarkan fakta dan data yang tervalidasi, yang dimulai dari laporan masyarakat atau hasil pemantauan lapangan. Setiap laporan masyarakat yang disertai bukti awal selalu ditindaklanjuti dengan pendalaman dan evaluasi lapangan. Sebelum menjatuhkan sanksi, Kemendikbudristek terlebih dahulu menurunkan berbagai tim.

“Mulai dari LLDikti, Direktorat Kelembagaan, tim Evaluasi Kinerja Akademik, bahkan tim Inspektorat Jenderal. Berdasar evaluasi mendalam dan rekomendasi itulah dilakukan pembinaan hingga bila terpaksa dilakukan pencabutan izin,” ungkap Nizam.

Dia menerangkan, perguruan tinggi yang izinnya dicabut adalah perguruan tinggi yang melakukan pelanggaran berat. Bentuk pelanggaran yang terjadi beragam. Misalnya, tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, melakukan praktik jual beli ijazah, melakukan penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K).

“Atau karena perselisihan badan penyelenggara sehingga pembelajaran tidak kondusif. Sanksi yang dijatuhkan sesuai dengan tingkat pelanggaran,” jelas dia.

Karena itu, menurut dia, pencabutan izin operasional itu merupakan bentuk perlindungan pemerintah terhadap mahasiswa dan masyarakat. Nizam mengatakan, jangan sampai mahasiswa mendapat ijazah yang tidak sah dan bermasalah di kemudian hari. “Kami tidak bisa membiarkan masa depan mahasiswa yang seharusnya cerah, menjadi redup karena  praktik perguruan tinggi yang nakal," terang Nizam.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler