Pelaku Usaha Ultramikro Minta Pemerintah Hentikan Pasal Zat Adiktif di RUU Kesehatan
Pelaku usaha penjual tembakau menilai RUU Kesehatan bisa mematikan usahanya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedagang tembakau tingwe khawatir dengan upaya ilegalisasi tembakau dalam Pasal 154 hingga Pasal 158 dan Pasal 457 dalam RUU Kesehatan. Masyarakat hilir ekosistem pertembakauan ini menilai bahwa pasal pengendalian tembakau di RUU Kesehatan berujung pada pelarangan total aktivitas pertembakauan dengan ancaman sanksi pidana.
Rohman Nisfi dari Komunitas Emas Hijau Kolektif memandang bahwa tembakau selalu mendapatkan stigma negatif. Padahal secara konkret, pembuat kebijakan dapat melihat realita bahwa tembakau memberikan dampak ekonomi luas di masyarakat.
"Apakah memang Pasal 154 RUU Kesehatan adalah upaya kesengajaan dari pemerintah untuk menyasar atau membunuh tembakau? Sudah sedari lama kampanye negatif terhadap tembakau terus digaungkan. Sekarang, tembakau dilemahkan dengan disamakan dengan narkotika. Legal dijadikan ilegal," ujar Rohman dalam Diskusi Mbako yang digelar Thinkway ID bertajuk Regulasi Nirempati Mengancam Masa Depan Pertembakauan, Jumat (16/6) di Kopi Sakti, Jakarta Selatan.
Bahrul, salah satu pelaku ekonomi ultramikro di Bekasi, meragukan komitmen pemerintah untuk memberdayakan kemandirian masyarakat yang hidupnya bergantung pada sektor pertembakauan. Apalagi belakangan, baik di daerah maupun di perkotaan, tren penjualan tembakau tingwe cukup marak.
Polemik Pasal 154 RUU Kesehatan yang menyamakan tembakau dengan narkotika, psikotropika dan minuman beralkohol akan mematikan usaha kecil.
"Harapan kami pemerintah bisa melihat usaha-usaha kecil, mikro pertembakauan yang sedang tumbuh. Kami tidak tahu harus menyampaikan suara keluh kesah kami ke mana terkait regulasi ini," ujar Bahrul.