Luhut: 3,3 Juta Hektare Lahan Sawit Masuk Kawasan Hutan

Tutupan kelapa sawit menggunakan citra seluas 16,8 juta hektare.

ANTARA/Wahdi Septiawan
Foto udara lahan perkebunan kelapa sawit skala besar dan tanaman mangrove di kawasan penyangga Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur Sumatera, Mendahara, Tanjungjabung Timur, Jambi, Rabu (10/8/2022). Warga setempat menyebutkan, tinggi muka air sungai selama musim pasang naik sejak tiga tahun terakhir di daerah itu terus meninggi sehingga mulai merendam kawasan permukiman setempat, sementara alih fungsi tanaman mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit skala besar di daerah itu terus bertambah marak sejak lima tahun terakhir.
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyebut ada 3,3 juta hektare lahan sawit yang masuk kawasan hutan berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).


"Kami berharap bahwa penyelesaian dapat dilakukan dengan mekanisme Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja," kata Luhut selaku Ketua Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara, dalam konferensi pers soal peningkatan tata kelola industri sawit, di Jakarta, Jumat (23/6/2023).

Berdasarkan hasil audit BPKP pada tahun 2021, diketahui bahwa tutupan kelapa sawit menggunakan citra seluas 16,8 juta hektare, di mana seluas 10,4 juta hektare di antaranya hanya diperuntukkan bagi perkebunan swasta dan nasional, sedangkan sisanya adalah perkebunan rakyat. Hasil audit juga menemukan perusahaan yang belum memiliki izin, seperti Izin Lokasi, Izin Usaha Perkebunan, dan Hak Guna Usaha dalam pengelolaan perkebunan sawit.

"Ke depan, satgas akan mendorong agar setiap pelaku usaha berkewajiban untuk melengkapi izin-izin yang diperlukan sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan yang berlaku," katanya.

Luhut menduga pelanggaran soal perkebunan sawit di kawasan hutan juga melibatkan pejabat yang memberi izin. Oleh karena itu, ia mengatakan tengah mencari formula untuk menindak pelanggaran yang terjadi.

"Karena itu pasti pelanggaran dilakukan pejabat juga, bukan hanya rakyatnya, pengusahanya, tapi juga pejabatnya. Nah nanti kita cari apa formulanya, misalnya penalti untuk perusahaan tersebut," katanya.

Lebih lanjut, Luhut mengatakan terhadap perkebunan sawit yang melanggar batas kawasan hutan nantinya akan tetap diputihkan. Namun, ia mengingatkan perusahaan harus menaati hukum, termasuk taat membayar kewajiban pajak.

"Iya (diputihkan), mau apain lagi? Terpaksa. Masa, mau kita copot? Ya kan enggak. Logika saja. Kita putihkan dia, tapi dia taat hukum, harus bayar pajak, bayar aturan dan lain-lain," katanya pula.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan keberadaan perkebunan sawit di kawasan hutan menjadi perhatian pemerintah, karena kawasan hutan Indonesia sangat berharga di mata internasional.

"Cara kita menangani ini adalah dengan memperbaiki, memastikan kita ketaatan hukum. Karena itu Undang-Undang Cipta Kerja telah membukakan jalannya dengan mekanisme penyelesaian kawasan perkebunan sawit yang di atas kawasan hutan, melalui Pasal 110A dan 110B," katanya lagi.

Suahasil mengatakan Satgas Industri Kelapa Sawit akan mengklasifikasi penyelesaian perkebunan sawit di kawasan hutan mana yang menggunakan Pasal 110A dan mana yang menggunakan Pasal 110B.

"Dengan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) kita melakukan satu per satu identifikasi, menelisik perusahaan demi perusahaan, situasinya seperti apa, dan kita akan menetapkan bagaimana penggunaan Pasal 110A dan 110B di tiap perusahaan. Untuk penggunaan Pasal 110A dan 110B ini, pedoman hukum kita menggunakan UU Cipta Kerja, periodenya harus selesai pada November 2023," katanya pula.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler