Investasi Senjata Nuklir Terus Melonjak Tiap Tahun
82 miliar dolar AS disalurkan ke bidang investasi nuklir tahun lalu.
REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) menandai hari jadi yang ke-55 dengan ketidaksepakatan atas persenjataan nuklir pada Senin (1/7/2023). Kondisi ini diperparah dengan adanya 82 miliar dolar AS yang disalurkan ke bidang investasi nuklir tahun lalu.
NPT ditandatangani pada 1 Juli 1968, untuk mencegah bahaya perang nuklir dan mulai berlaku pada tahun 1970. Pada 1995, pada Review and Extension Conference, negara-negara pihak NPT dengan suara bulat setuju bahwa NPT harus terus berlaku tanpa batas waktu.
Saat ini, Amerika Serikat (AS) , Rusia, Cina, Inggris, Prancis, India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara adalah negara-negara pemilik senjata nuklir. Di antara negara-negara tersebut, Rusia, AS, dan Cina dipandang sebagai kekuatan dominan dalam hal jumlah senjata nuklir.
Menurut portal statistik daring Statista, ada sekitar 12.500 hulu ledak nuklir di seluruh dunia per Januari 2023. Rusia memimpin dengan 5.889 hulu ledak nuklir, diikuti oleh AS dengan 5.244 dan Cina dengan 410.
Prancis memiliki 290 hulu ledak nuklir, Inggris memiliki 225, Pakistan memiliki 170, India memiliki 164, Israel memiliki 90, dan menurut perkiraan Korea Utara memiliki 20 hulu ledak.
Menurut laporan 2023 oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), jumlah hulu ledak nuklir di dunia memang terus menurun. Namun ini disebabkan karena AS dan Rusia yang membongkar hulu ledak pensiunan.
“Pengurangan global hulu ledak operasional tampaknya terhenti, dan jumlahnya meningkat lagi,” ujar laporan itu.
Laporan tersebut mencatat, bahwa AS dan Rusia memiliki program ekstensif dan mahal yang sedang berlangsung. Hal itu untuk mengganti dan memodernisasi hulu ledak nuklir, sistem pengiriman rudal, pesawat terbang, dan kapal selam mereka, dan fasilitas produksi senjata nuklirnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pidatonya pada Februari mengumumkan, bahwa Rusia telah menangguhkan partisipasinya dalam Strategic Arms Reduction Treaty (New START).
Perjanjian New START yang ditandatangani pada 2010 membatasi jumlah hulu ledak nuklir strategis yang dikerahkan oleh Rusia dan AS hingga maksimal 1.550. Putin mengatakan pada Juni, bahwa negaranya telah mengerahkan gelombang pertama senjata nuklir taktis ke Belarusia dan transfer senjata akan selesai pada akhir musim panas.
Dilaporkan bahwa senjata taktis nuklir yang dikirim Rusia ke Belarusia tiga kali lebih kuat daripada senjata nuklir yang digunakan AS melawan Jepang pada 1945.Jumlah hulu ledak nuklir Cina, yang diperkirakan 350 pada Januari 2022, naik menjadi 410 pada Januari 2023.
Laporan SIPRI menggarisbawahi, tenaga nuklir Cina tidak sepenuhnya diketahui. Sebagian besar penilaiannya didasarkan pada data dari Departemen Pertahanan AS.
Selain masalah tersebut, The International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN) menerbitkan laporan berjudul Wasted: 2022 Global Nuclear Weapons Spending. Laporan ini berfokus pada investasi yang dilakukan sembilan negara pemilik senjata nuklir dalam pengembangan senjata nuklir pada 2019-2022.
Menurut laporan tersebut, investasi senjata nuklir di seluruh dunia mencapai 72,9 miliar dolar AS pada 2019, 72,6 miliar dolar AS pada 2020. Kemudian investasi terus meningkat 82,4 miliar dolar AS pada 2021 dan 82,9 miliar dolar pada 2022. Investasi meningkat sebesar 10 miliar dolar AS dalam empat tahun.
“Sembilan negara menghabiskan 82,9 miliar dolar AS untuk senjata nuklir, di mana sektor swasta memperoleh setidaknya 29 miliar dolar AS pada 2022,” kata laporan itu.
AS menghabiskan lebih banyak daripada gabungan semua negara bersenjata nuklir lainnya, 43,7 miliar dolar AS. Rusia menghabiskan 22 persen dari yang dilakukan AS, sebesar 9,6 miliar dolar AS, dan Cina menghabiskan lebih dari seperempat dari total AS sebesar 11,7 miliar dolar AS.
Peneliti SIPRI Petr Topychkanov mengatakan, kebijakan nuklir NATO ditentukan oleh konsensus antara anggota senjata nuklirnya, termasuk AS, Inggris, dan Prancis, dan anggota non-nuklirnya. “Anggota non-nuklir NATO memiliki sikap berbeda terhadap senjata nuklir,” kata Topychkanov dikutip dari Anadolu Agency.
Beberapa negara menyimpan senjata nuklir taktis AS di wilayahnya dan bersedia untuk berpartisipasi dalam misi nuklir NATO. Sementara yang lain tidak mengizinkan penyebaran senjata nuklir di wilayahnya dan tidak berpartisipasi dalam misi tersebut.
'Keragaman pandangan ini menghasilkan kebijakan NPT yang tidak jelas untuk NATO," kata Topychkanov.