Menggali Pancasila dalam Praktik Berbangsa dan Bernegara
Menangkan Pancasila, Menangkan Kaum Marhaen!
Sebelum 1 Juni 1945, Bung Karno telah berhubungan dengan beragam pemikiran besar dalam sejarah umat manusia, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain menggali kearifan lokal, Bung Karno mengambil sari pati dari Declaration of Independence (Amerika Serikat), Manifesto Partai Komunis (Eropa), dan San Min Chu I (Tiongkok/Cina), untuk melahirkan rumusan Pancasila.
Tantangan sekarang adalah menempatkan pemikiran besar tersebut dalam praktik. Abad 21 menyediakan situasi dan pengetahuan baru, yang sebagian telah berganti wujud permukaan. Namun “kebaruan” tersebut tidak menghapuskan kenyataan-kenyataan mendasar yang pernah digugat dalam sejarah revolusioner Indonesia. (Neo) Kolonialisme dan Korupsi-Kolusi-Nepotisme (KKN) merupakan bagian dari kenyataan prinsipil yang pernah digugat, tapi telah dibangkitkan oleh rezim militeristik Orde Baru dan dipelihara hingga kini Sejak kejatuhannya 1998.
Generasi pasca orde baru, mestinya dapat melihat keberadaan Pancasila secara lebih jernih dan obyektif. Dalam waktu paling lama 20 tahun, Bung Karno berupaya membawa Pancasila menjadi panduan nilai yang revolusioner dan praktis, dengan menyimpulkannya dalam tarikan nafas bersama : Gotong Royong. Namun dalam lebih dari 45 tahun orde-orde selanjutnya sekadar menaruh Pancasila sebagai “pajangan” yang terasing dari persoalan obyektif, sehingga kehilangan konteks. Padahal, sebesar-besarnya nilai dan pemikiran hanya akan tertinggal sebagai nilai dan pemikiran, bila tidak ada praktik yang menjawab persoalan obyektif.
Pancasila tidak bisa disederhanakan dengan bagaimana menjaga Toleransi Berbeda Suku, Agama, Ras, Dan Antargolongan.
Pancasila tidak bisa disederhanakan dengan bagaimana kita memerangi mereka yang ingin merongrong NKRI, lebih keren hari ini menyebutnya dengan Menolak Radikalisme. Padahal Sukarno menuntut Rakyat berjuang secara Radikal dalam menegakkan Pancasila dan nilai nilai Sosialisme yang ada didalamnya dalam mewujudkan : Sosialisme Indonesia, Rakyat Adil Dan Makmur.
Selama itu pula, hampir lebih dari 50 Tahun atau hampir lebih dari separuh umurnya, Pancasila telah diselewengkan. Wujud penyelewengan yang paling buruk terhadap Pancasila adalah dengan cara menyanjungnya setinggi langit, sambil membokonginya dalam praktik di bumi. Titik letus penyelewengan ini kita saksikan lewat teropong sejarah kelam tahun 1965: rejim militeristik Orde Baru mendirikan “monumen pancasila sakti” sambil mengorganisir pembunuhan terhadap jutaan manusia yang dituduh komunis serta memenjarakan tanpa pengadilan ratusan ribu lainnya.
Selanjutnya, rezim ini mewajibkan orang menghafal Pancasila beserta butir-butirnya berupa P4 sambil menggadai kekayaan alam kepada korporasi-korporasi asing. Rezim ini terus bicara keadilan sosial sambil membangun kerajaan-kerajaan bisnis keluarga untuk mengkorupsi milik dan keringat rakyat. Rezim ini menciptakan konflik horisontal lewat berbagai operasi intelejen dan pra kondisi ketidakadilan sosial. Rezim ini juga mengekang pikiran rakyat melalui monopoli propaganda dan kebudayaan, agar rakyat terus tunduk dan patuh, menjadi budak di negeri sendiri. Dan sekarang Orde Baru itu seperti awet Praktiknya dengan mengusung tema dan platform baru : Neoliberalisme. dan hampir semua kebijakan kebijakan yang dikeluarkan negara selama 1998 hingga sekarang berbau Neoliberalisme, Musuhnya Pancasila dan Musuhnya Rakyat Marhaen.
PANJANG UMUR PANCASILA!
Marhaenisme Is Pancasila, Pancasila Is Marhaenisme!