Pantau PPDB, Ombudsman Banten Sebut Dugaan Jual Beli Kursi
Ombudsman Banten juga menyebut ada dugaan anak pejabat menggunakan SKTM.
REPUBLIKA.CO.ID, SERANG — Ombudsman RI Provinsi Banten memantau pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 jenjang SD, SMP, dan SMA/sederajat. Berdasarkan laporan dan pantauan, Ombudsman Banten sejumlah dugaan pelanggaran ketentuan PPDB, seperti jual beli kursi calon peserta didik.
“Ombudsman Perwakilan Banten telah menerima 36 pengaduan terkait pelaksanaan PPDB, baik melalui media sosial, aplikasi pesan instan WhatsApp pengaduan, maupun masyarakat yang datang langsung ke Kantor Ombudsman,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi, saat dikonfirmasi Republika, Rabu (12/7/2023).
Fadli menyebut ada dugaan praktik jual beli kursi atau pungutan liar di beberapa sekolah, terutama tingkat SMA. “Adapun besaran dana antara Rp 5 juta-Rp 8 juta diminta dari orang tua untuk dapat memasukkan peserta didik ke sekolah negeri yang dituju,” kata Fadli.
Terkait dugaan itu, Fadli mengatakan, Ombudsman meminta pelaksana PPDB tetap mematuhi peraturan dan pakta integritas yang telah disepakati. Pelaksana PPDB diminta tidak lagi menerima calon peserta didik baru di luar PPDB.
Ombudsman juga sudah mengingatkan orang tua calon peserta didik untuk berhati-hati terhadap oknum yang menjanjikan bantuan untuk memasukkan anaknya ke sekolah negeri. Jika menemukan hal tersebut, orang tua diminta melapor.
Jalur afirmasi
Terkait PPDB jalur afirmasi, Fadli mengatakan, Ombudsman mendapati beberapa data Kartu Indonesia Pintar (KIP) calon peserta didik yang tidak aktif, tapi tetap digunakan untuk mendaftar. Terdapat pula penggunaan kartu kampanye calon kepala daerah untuk PPDB, yang tidak diatur dalam regulasi pemerintah.
Selain itu, menurut Fadli, Ombudsman mendapat indikasi adanya calon peserta didik yang merupakan anak pejabat dan pengusaha besar mencoba mendaftar melalui jalur afirmasi menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Fadli mengatakan, Ombudsman Banten mengingatkan dan memonitor satuan pendidikan, serta berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) setempat untuk menaati peraturan yang berlaku dalam menyikapi dinamika pada proses PPDB jalur afirmasi.
Jalur prestasi
Ombudsman Banten juga memantau PPDB jalur prestasi, khususnya non-akademik. Menurut Fadli, ada temuan permasalahan sertifikat yang seakan asli, tapi palsu (aspal).
Ombudsman pun mengapresiasi sekolah-sekolah yang melakukan uji keterampilan terhadap para calon siswa sebagai salah satu bentuk bukti prestasi. “Karena faktanya pada saat dilakukan uji keterampilan beberapa calon peserta didik tidak dapat membuktikan kemampuan non-akademiknya,” kata Fadli.
Misalnya, calon peserta didik yang melampirkan sertifikat hafiz, tapi tidak mampu menunjukkannya hafalannya. Contoh lain, calon peserta didik yang mengaku juara bela diri, tetapi ketika diminta mempraktikkan gerakannya yang bersangkutan tidak mampu memperagakan.
Masalah data dan teknis
Fadli mengatakan, Ombudsman Banten juga mendapati permasalahan terkait data kependudukan. Misalnya, kartu keluarga (KK) yang tidak aktif. Selain itu, data tanggal lahir yang tidak sesuai antara data kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil) dengan data pokok pendidikan (Dapodik) yang diacu oleh sistem PPDB.
Namun, menurut Fadli, dengan koordinasi dinas terkait, permasalahan tersebut dapat diatasi dan calon peserta didik dapat melakukan pendaftaran kembali.
Ada juga permasalahan terkait teknis. Fadli mencontohkan soal penentuan titik koordinat antara rumah calon peserta didik dengan sekolah tujuan, serta permasalahan dalam mengunggah dokumen persyaratan PPDB.
Tidak hanya dari orang tua pendaftar, keluhan juga disampaikan pihak operator sekolah (panitia PPDB) terkait permasalahan teknis. Seperti sisa daya tampung afirmasi yang tidak secara otomatis pindah ke jalur zonasi.
Hal ini menjadi pertanyaan dan ketidakpastian bagi calon peserta didik terkait jumlah daya tampung yang tersedia di sekolah tujuannya.
“Mencermati berbagai temuan di atas, Ombudsman meminta agar penyelenggara PPDB di tingkat sekolah maupun Dinas Pendidikan agar dapat merespons dan menindaklanjuti permasalahan agar masyarakat dapat memperoleh layanan dan kepastian sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Fadli.