Penyebab Elektabilitas Prabowo Teratas Selama 7 Bulan Terakhir

Berdasarkan survei terbaru LSI, elektabilitas Prabowo Subianto dalam tren menguat.

Republika/Dessy Suciati Saputri
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat memberikan keterangan pers usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/7/2023).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana

Baca Juga


Berdasarkan survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI), elektabilitas Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam tren menanjak dan berada di atas puncak survei bakal calon presiden (capres) 2024. Elektabilitas Prabowo mengungguli Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan selama enam bulan terakhir.

Pada Januari 2023, elektabilitas Prabowo berada di angka 23,2 persen, sementara Ganjar dengan elektabilitas 36,3 persen dan Anies 24,2 persen. Namun kini, menurut Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, elektabilitas Prabowo melesat stabil tujuh bulan terakhir.

Prabowo saat ini berada di posisi pertama dengan hasil perolehan suara 35,8 persen, disusul Ganjar 32,2 persen dan Anies 21,4 persen. Ada tren penguatan dukungan ke Prabowo secara konsisten sejak Januari.

"Jadi, selama tujuh bulan terakhir Prabowo mengalami penguatan," kata Djayadi melalui rilis yang diterima Republika, Selasa (11/7/2023).

Menurut Djayadi, dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke bakal capres tertentu sangat penting dalam konteks elektoral menuju Pilpres 2023. Alasannya, Jokowi sampai saat ini masih memelihara dan memiliki barisan pendukung yang terkonsolidasi.

Djayadi menerangkan, di negara-negara besar seperti AS ini dikenal dengan going public strategy. Artinya, ia menjelaskan, Presiden Jokowi tidak cuma memiliki kekuatan politik di parlemen, tapi bisa memiliki kekuatan bersifat tidak langsung dari publik.

"Itu yang membuat endorsement beliau menjadi penting dan berpengaruh," kata Djayadi, Rabu (12/7/2023).

Djayadi melihat, sampai Oktober 2022, Jokowi dipersepsikan masyarakat terasosiasi dengan Ganjar. Tetapi, sejak saat itu sampai sekarang, Jokowi sengaja atau tidak sengaja terlihat memiliki hubungan yang kuat dengan Prabowo.

"Bahkan, beberapa kali meng-endorse Pak Prabowo," ujar Djayadi.

Misalnya, dalam salah satu pidato di acara partai politik, Jokowi menyatakan, "Mungkin ini gilirannya Prabowo". Lalu, gestur-gestur Jokowi tampak seolah mendukung bukan cuma Ganjar, tapi mendukung Prabowo.

Jadi, selama tujuh bulan terakhir, Djayadi melanjutkan, Jokowi dipersepsikan publik seolah memberikan dukungan kepada dua capres, yaitu Ganjar dan Prabowo. Akibatnya, sinyal sinyal itu tertangkap publik dan diartikan mereka memiliki dua pilihan.

"Pilihan sebagai pendukung Jokowi untuk memilih apakah ke Ganjar atau ke Pak Prabowo," kata Djayadi. 

 


 

 

Politisi Partai Gerindra, Andre Rosiade menilai, ada beberapa faktor yang menyebabkan Prabowo terus di atas puncak elektabilitas bakal capres. Antara lain, pendukung Presiden Jokowi yang bergeser mendukung Prabowo Subianto.

Ia menerangkan, data LSI menunjukkan pendukung Jokowi pada 2019 yang memilih Ganjar Pranowo sudah turut sampai di bawah 50 persen. Di sisi lain, pendukung yang memilih Prabowo Subianto sudah di atas 26 persen.

"Bahkan, kemarin saya ke Solo ada urusan keluarga sempat makan di dua warung, bertemu pelayan, pembeli, tukang parkir, semua menyampaikan Mas Andre kami sekarang mendukung Pak Prabowo," kata Andre, Rabu.

Begitu didalami, lanjut Andre, mereka menyatakan mendukung Prabowo karena melihat dukungan Jokowi. Ia mengaku bersyukur melihat persepsi masyarakat Solo yang dulu mendukung Jokowi, kini mendukung Prabowo.

"Saya bersyukur, terlihat ada pekerjaan rumah besar saya berapa bulan terakhir teratasi," ujar Ketua DPD Sumatra Barat Partai Gerindra itu.

Ia mengingatkan, sudah 50,5 persen masyarakat kita sudah kembali memilih Prabowo. Artinya, pekerjaan rumah terbesar kader-kader Partai Gerindra di dapil maupun di provinsi yang diwakili sudah mendapatkan jawaban.

Apalagi, Andre mengakui, sejak November 2022 ketika elektabilitas Prabowo masih terbilang turun naik, ada perlawanan yang memang cukup ketat. Ini turut diartikan sebagai kembalinya pemilih Prabowo yang sempat bergeser.

"Ini menunjukkan pemilih Pak Prabowo di 2019 yang sempat bergeser ke sebelah sekarang perlahan sudah kembali lagi ke Pak Prabowo," kata legislator dan Anggota Dewan Pembina DPP Partai Gerindra tersebut.

 

Karikatur Baliho Capres - (republika/daan yahya)

PDI Perjuangan mengaku tak memusingkan angka elektabilitas Ganjar Pranowo yang saat ini lebih kecil dari Prabowo Subianto. Ketua DPP PDIP, Aria Bima, mengaku tidak kaget dengan tren kenaikan elektabilitas Prabowo.

Aria yakin, elektabilitas Ganjar akan lari kencang saat hasil-hasil survei menyatakan gubernur Jawa Tengah itu sebagai underdog dan mengalami penurunan elektabilitas. Variabel siapa yang akan menjadi cawapres Ganjar, kata Aria, nantinya akan menentukan kencangnya lari elektabilitas Ganjar.

"Masih ada delapan bulan, saya tidak kaget kalau Pak Prabowo yang sudah bergerak cukup lama, 15 tahun ikut pilpres (elektabilitasnya) luar biasa dan Ganjar Pranowo baru 2 bulan (jadi capres)," kata Aria, Rabu (12/7/2023).

Saat ini, ia menuturkan, mereka masih pula menanti sebenarnya berapa persen masyarakat mengenal sosok Ganjar Pranowo. Kemudian, seberapa besar persentase masyarakat yang mengenal Ganjar sebagai capres.

Sebab, Aria merasa, dari posisi keterkenalan baru bisa dilihat apple to apple. Apalagi, dari standar populasi yang ada, masih ada sekian persen masyarakat yang tidak memakai telfon dan tidak terekam lembaga survei.

"Sehingga, hasil akhir dari survei (LSI Juli 2023) ini masih ada size berapa persen masyarakat yang memang tidak menggunakan telepon," ujar Aria.

Artinya, ia menambahkan, selain belum menentukan pilihan, ada berapa persen responden yang tidak terjangkau suaranya. Karenanya. Aria mengaku tidak khawatir kalau saat ini elektabilitas Ganjar masih tertinggal dari Prabowo.

Menurut Aria, elektabilitas Prabowo Subianto sejauh ini masih datang dari dua segmen eksternal. Yaitu, suara pendukung Anies Baswedan dan suara pendukung Jokowi.

"Yang cukup signifikan mendongkrak suaranya. Saya melihat, positioning Prabowo masih dua, dia mendapatkan suara dari pendukung Anies, dan dia mendapatkan suara dari pendukung Jokowi," kata Aria.

Ia merasa, ada inkonsistensi karena tipologi DNA dari dua pendukung ini berbeda. Sedangkan, positioning Ganjar Pranowo konsisten dari PDIP, dari platform ideologis, platform sosial, dan ada kecenderungan itu linear.

Apalagi, Aria mengingatkan, dalam semua simulasi pasangan Ganjar selalu naik atau cenderung naik. Artinya, penerimaan masyarakat jauh lebih luas untuk Ganjar Pranowo, sedangkan Prabowo lebih sebagai variabel tunggal.

Oleh karena itu, ia mengungkapkan, sampai hari ini, PDIP sebenarnya masih mendorong keterkenalan atau tingkat popularitas Ganjar agar semakin naik. Targetnya, tingkat keterkenalan Ganjar mendekati 100 persen.

Setelah itu, Aria menekankan, barulah PDIP akan bergerak mempopulerkan Ganjar sebagai capres 2024. Ia melihat, ketertarikan akan berdampak ke tingkat popularitas dan tingkat keterkenalan Ganjar yang semakin naik.

"Sekaligus, mempromosikan dan menjelaskan ke publik kalau dia capres karena sampai hari ini masih jadi Gubernur Jawa Tengah," kata Aria.

 

Ke mana Jokowi berlabuh? - (Republika/berbagai sumber)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler