JPPI: Jual Beli Kursi dan Titipan Pejabat di PPDB Bikin Resah Masyarakat
Menurut Ubaid, mereka geram dengan situasi saat ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendapatkan belasan aduan dari masyarakat soal banyaknya kasus jual beli kursi dan jatah titipan pejabat yang sengaja dibiarkan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023. Karena itu JPPI meminta pemerintah menangani persoalan tersebut dengan sungguh-sungguh agar tak terus berulang terjadi setiap tahunnya.
"JPPI mendapatkan 11 pengaduan dari masyarakat yang melaporkan soalnya banyaknya kasus jual beli kursi dan jatah titipan pejabat yang sengaja dibiarkan," ujar Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, kepada Republika, Kamis (18/7/2023).
Menurut Ubaid, mereka geram dengan situasi saat ini. Di mana, pihak sekolah dan pemerintah dengan cepat dan sigap melakukan pencoretan terhadap calon siswa yang melakukan kecurangan administrasi saat PPDB. Tapi pada sisi lain, kata dia, pemerintah lamban atau bahkan diam menindaklanjuti laporan warga tentang oknum sekolah atau pemerintah yang melakukan praktik terselubung itu.
"11 pengaduan ini bersumber dari kasus yang terjadi di provinsi Banten, yakni di Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Jawa Barat, yakni Bogor, Bekasi, dan Depok. Menurut pemantauan JPPI, kasus ini tidak hanya terjadi di dua propinsi tersebut, tetapi juga terjadi di provinsi yang lain," jelas dia.
Ubaid menyebutkan, kasus tersebut terkesan sumir, gelap, dan susah dibuktikan. Karena itu, selalu terjadi tiap tahun, tapi menguap begitu saja. Karena itu, agar kasus-kasus serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari, JPPI memberikan sejumlah rekomendasi. Pertama, Kemendikbudristek dan dinas pendidikan terkait harus melakukan koordinasi dengan multi-stakeholder untuk mengungkap kasus ini.
"Karena melibatkan banyak pihak dan butuh political will yang serius dan jangan masuk angin di tengah jalan," kata Ubaid.
Lalu, Kemendikbudriset, dinas pendidikan, dan aparat penegak hukum harus menindaklanjuti semua laporan masyarakat yang diadukan ke berbagai pihak. Di mana, masyarakat melakukan pelaporan kepada Ombudsman, Kemendikbudristek, dinas pendidikan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Rekomendasi ketiga, dewan pendidikan dan juga Irjen di Kemendikbud dan Kemenag harus bekerja untuk menuntaskan kasus ini. Jangan hanya diam saja dan makan gaji buta. Mereka digaji oleh masyarakat dari APBN untuk melakukan pengawasan, pencegahan, dan tindak lanjut kasus," jelas dia.
Kemudian, Kemendikbudristek dan dinas di bawahnya harus membuat tim investigasi yang independen. Tim tersebut, kata Ubaid, haris melibatkan semua stakeholder pendidikan, termasuk di dalamnya masyarakat sipil, untuk menindaklanjuti kasus tersebut sampai ke ranah hukum. "Segera evaluasi dan revisi Permendikbud Nomor 1 tahun 2021. Regulasi ini tidak berkeadilan dan menimbulkan banyak kasus diskriminasi di level implementasi," kata dia.
Kemendikbudristek sendiri tengah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemantauan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Tim tersebut nantinya akan bertugas untuk mengevaluasi segala persoalan yang timbul dari pelaksanaan PPDBdi berbagai daerah bersama dengan pemerintah daerah (pemda) setempat.
"Timnya sedang diproses dibentuk. Tugasnya mengevaluasi permasalahan PPDB bersama pemda setempat," ungkap Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, kepada Republika, Selasa (18/7/2023).
Rencana pembentukan Satgas Pemantauan PPDB mencuat dari hasil kesimpulan rapat antara Kemendikbudristekdengan Komisi X DPR RI beberapa waktu lalu. Di mana, kata Chatarina, tim yang sedang dibentuk itu akan diisi oleh pihak-pihak yang ada di unit utama terkait di Kemendikbudristek dan unit pelaksana teknis (UPT) Kemendikbudristek yang tersebar di berbagai di wilayah di Indonesia. "Antarunit utama terkait di Kemendikbudristek dan UPT Kemendikbudristek di wilayah," ujar Chatarina.