Ancaman Nuklir yang Dilontarkan Dmitry Medvedev adalah Propaganda Kremlin

Sejak Februari 2022, Medvedev telah membuat ancaman terkait nuklir.

Ekaterina Shtukina, Sputnik Pool Photo via AP
Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Ketika Dmitry Medvedev menyerahkan posisi teratas di Kremlin kepada Vladimir Putin pada 2012 dan banyak pengamat berharap dua orang yang lebih liberal ini akan terus menggunakan posisinya untuk mengarahkan Rusia ke arah reformasi demokrasi. Namun, harapan pengamat itu ternyata tidak sesuai kenyataan.

Satu dekade kemudian, Medvedev telah menjadi wakil ketua dewan keamanan Rusia dan kerap melontarkan ancaman perang nuklir secara blak-blakan. Dia juga menjadi salah satu tokoh Rusia yang anti-Barat.

Medvedev adalah lulusan hukum dan menjadi asisten profesor di St Petersburg State University pada 1990-an. Medvedev memasuki dunia politik sebagai konsultan Putin selama menjadi pejabat di pemerintahan Kota St Petersburg, sebelum memimpin kampanye pemilihan presiden untuk Putin.

Medvedev terpilih menjadi presiden pada 2008 setelah Putin menjalani batas konstitusional dua masa jabatan. Ketika itu, Putin menjabat sebagai perdana menteri. Kemudian pada 2012, Putin memenangkan pemilihan presiden dengan meraih 64 suara. 

Ketika Putin menjabat sebagai presiden pada 2012, Medvedev dilantik sebagai perdana menteri. Pada 2021, Putin mengeluarkan dekrit yang mengatur ulang jabatan konstitusional sehingga dia berpotensi menjadi presiden hingga 2036. Medvedev menjadi salah satu pembantu dan tangan kanan Putin sebagai wakil ketua Dewan Keamanan Rusia. Dalam kapasitas inilah, Medvedev kerap memberikan komentar mengenai ancaman perang nuklir.

“Medvedev memikul beban sebagai mantan presiden dan perdana menteri. Oleh karena itu, orang-orang mendengarkannya. Tetapi meskipun menjadi corong bagi Putin, Medvedev tidak memiliki bobot diplomatik,” kata President Kiev School of Economics, Tymofiy Mylovanov.

“Apa yang dia katakan tidak memengaruhi diskusi di komunitas internasional atau di meja PBB.  Ini adalah strategi komunikasi murni yang dijalankan Kremlin," kata Mylovanov, dilaporkan The Independent.

Mylovanov menilai, ancaman nuklir yang dilontarkan Medvedev merupakan propaganda Rusia yang lebih luas. Komentar semacam itu dirancang untuk menakut-nakuti orang, termasuk Barat, dan mendorong pandangan bahwa Ukraina harus segera mengakhiri invasi Rusia dengan menyerahkan kendali atas negara tersebut.

Mylovanov yang merupakan mantan menteri ekonomi Ukraina mengatakan, ancaman nuklir Rusia tidak pernah dapat diabaikan sepenuhnya. Dalam pandangan Kiev, setiap peringatan dari Medvedev membuat prospek penggunaan nuklir dalam konflik menjadi lebih kecil kemungkinannya.  

"Lima kali lagi dia (Medvedev) melontarkan ancaman seperti itu, maka tidak ada yang akan menganggap dia serius. Medvedev memiliki modal, kepercayaan, dan pengaruh yang terbatas. Akhirnya Putin harus menggunakan orang lain sebagai anjing penyerangnya," ujar Mylovanov.

Baca Juga


Sejak Februari tahun lalu, Medvedev telah membuat ancaman terkait nuklir yang semakin agresif, bahkan lebih sering daripada ancaman yang dilontarkan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Putin.

Pada Maret, Medvedev mengatakan ancaman krisis nuklir semakin meningkat seiring dengan berlanjutnya perang. “Setiap hari ketika mereka memberi Ukraina senjata asing maka kiamat nuklir semakin dekat,” kata Medvedev.

Pada Mei, Medvedev mengatakan, hukum perang tidak dapat diubah jika Barat mempersenjatai Ukraina dengan senjata nuklir. Medvedev menyatakan bahwa jika menyangkut senjata nuklir, harus ada serangan pencegahan.

Medvedev juga menyebut pejabat publik Inggris sebagai target militer yang sah karena dukungan Inggris untuk Ukraina melalui ekspor senjata dan pelatihan pertahanan.  Bahkan dia menyebut Inggris sebagai musuh abadi Moskow.

"Dukungan Inggris untuk Kiev sama dengan perang yang tidak diumumkan melawan Rusia," kata Medvedev.

Ancaman tajam lainnya datang setelah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Putin. Ketika itu, Menteri Kehakiman Jerman, Marco Buschmann mengatakan, Jerman akan mengeluarkan surat perintah penangkapan jika presiden Rusia memasuki wilayah mereka. Medvedev mengecam keras pernyataan Jerman dan membela Putin.

"Bayangkan pemimpin tenaga nuklir mengunjungi wilayah Jerman dan ditangkap. Dalam hal ini, aset kita akan terbang ke Bundestag, kantor kanselir, dan sebagainya," ujar Medvedev.

Para ahli mengatakan retorika tajam Medvedev telah menjadi tumpul karena terus diulang. Dia kemungkinan besar menyerang melalui ancaman semacam itu untuk kepentingan khalayak domestik, dan untuk menjilat Putin.

“Saya pikir pada titik ini kebanyakan orang di luar Rusia mengabaikan komentar Medvedev. Ucapannya dianggap sebagai tanda bahwa Kremlin merasa ada penonton domestik yang pro-perang yang perlu diberi makan daging merah tambahan dari waktu ke waktu;  paling buruk, dia mungkin hanya mencoba untuk terlihat relevan," kata profesor politik dan profesor Studi Rusia dan Slavia yang berafiliasi di New York University, Joshua Tucker.

Dalam hal mengawasi perubahan yang berarti dalam kebijakan Rusia, Tucker ragu apakah pemerintah Barat memperhatikan Medvedev. “Kecurigaan saya adalah bahwa sementara Putin mungkin melihat peran Medvedev sebagai bagian dari strateginya untuk mempertahankan dukungan politik domestik di dalam negeri, jika tidak, Medvedev kemungkinan besar akan berhenti sekarang, saya ragu dia benar-benar berencana untuk merangkul strategi militer untuk menargetkan.  pemimpin politik Inggris," ujar Tucker. 


 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler