Polemik Ketua NU Tasikmalaya dari Umat Islam Primitif Hingga Gelar Mujaddid Panji Gumilang

Kiai Ate melontarkan pernyataan itu di Syukuran 77 Tahun Syekh Al Zaytun.

Dok PCNU Kota Tasikmalaya
Perwakilan PCNU Kota Tasikmalaya memberikan pernyataan sikap atas kehadiran Ketua PCNU sekaligus Ketua MUI Kota Tasikmalaya, KH Ate Mushodiq, dalam kegiatan Syukuran 77 Tahun Syaykh Al Zaitun, Senin (31/7/2023).
Rep: Andrian Saputra Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kedatangan Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Tasikmalaya yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tasikmalaya, KH Ate Mushodiq, ke Ma'had Al Zaytun menghadiri Syukuran 77 Tahun Syekh Al Zaytun AS Panji Gumilang pada Ahad (30/07/2023), menuai polemik. Dalam acara itu, KH Ate secara terang-terangan bahwa dirinya memberikan gelar mujaddid (pembaru) kepada Panji Gumilang. 


Dalam kesempatan itu kiai Ate juga menyebut bahwa di Indonesia tidak ada Mujtahid dan Mursyid. Karena itu, dia pun menantang MUI untuk menunjukan mujtahid dan mursyid yang dapat melakukan pembaharuan dan perubahan. 

Kiai Ate melontarkan pernyataan-pernyataannya itu saat mendapatkan waktu berbicara di Syukuran 77 Tahun Syekh Al Zaytun yang bertempat di Masjid Ma'had Al Zaytun Indramayu. Acara tersebut juga disiarkan secara live melalui kanal YouTube Al-Zaytun Official. 

Ate diberikan waktu berbicara dengan kapasitasnya sebagai Ketua PCNU Kota Tasikmalaya, Ketua MUI Kita Tasikmalaya, Pimpinan Ponpes dan juga FKUB Kota Tasikmalaya.

Pada awalnya kiai Ate mengaku bahwa sebelum ke acara tersebut, ia telah menggelar bincang-bincang dengan TV Al Zaytun dan mendapatkan respons positif dari penontonnya. Ia mengatakan, bahwa dirinya senang bisa mencerdaskan umat Islam yang menurutnya masih bodoh dan primitif.

"Saya bagaimana mencerdaskan umat Islam yang masih bodoh, umat Islam yang masih primitif, umat Islam yang masih taat kepada hoaks, yang masih taat kepada kiai-kiai yang tidak jelas ilmunya, yang tidak jelas pesantrennya, yang tidak berbuat apa-apa, itu dijadikan landasan sebagai masukan kepada baik pemerintah atau MUI pusat," kata kiai Ate. 

Kiai Ate melanjutkan bahwa kedatangannya ke Al Zaytun adalah dalam rangka tabayun. Ia mengatakan bahwa dirinya telah berkeliling Al Zaytun.

Ia pun memuji Panji Gumilang yang dinilainya visioner karena dapat membangun ekonomi pesantren dengan pesat. Ia mencontohkan, Al Zaytun mampu memproduksi, mengemas hingga memasarkan baik lokal maupun ekspor produk-produk hasil budidaya di Ma'had Al Zaytun. 

Kiai Ate mengatakan, bahwa Panji Gumilang telah membimbing para santri untuk belajar sekaligus bekerja. Hal ini yang menurutnya, tidak dilakukan oleh para cendekiawan di perguruan tinggi di Indonesia. 

Karena itu, menurutnya, Al Zaytun layak menjadi contoh bagi pendidikan di Indonesia. Sebab itu pula, kiai Ate pun memberi gelar mujadid kepada Panji Gumilang. 

"Saya sebut memberi gelar karena di Indonesia memberikan fikihnya cuma fikih spiritual saja, beliau (Panji Gumilang) yang telah mengembangkan fikih spiritual menjadi fikih sosial karena membahas tentang ekonomi yang diaplikasikan ke Al Zaytun. Saya sebagai kiai kampung memberi gelar beliau (Panji Gumilang) adalah profesor doktor mujaddid di Indonesia, sebagai pembaharu," katanya 

Menurutnya, Panji Gumilang telah memberikan teladan menjadikan fikih spiritual menjadi fikih sosial pendidikan yang dipadukan dengan ekonomi. Karena itu, dia menyebut, bahwa tak ada mujtahid dan mursyid di Indonesia. Bahkan, menurutnya, keilmuan para pengurus MUI pun masih standar. 

"Ilmunya standar MUI pusat 'oge'(juga) pak Panji, tidak ada Mujtahid. Dan tidak ada Mursyid di Indonesia. Saya tantang  dialog dengan saya siapa Mujtahid di Indonesia, semua juga ilmunya terukur pak Panji," katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler