Kota Baru Lampung, (Selamat) Tinggal Kenangan
Pembangunan Kota Baru Lampung terbengkalai selama 12 tahun.
REPUBLIKA.CO.ID, LAMPUNG SELATAN -- Dari jauh bak Istana Maimun, setelah mendekat seperti kapal pecah. Dua belas tahun berlalu, gedung calon Kantor Gubernur Lampung di kawasan Kota Baru, Kabupaten Lampung Selatan memang tampak gagah tapi sebagian mulai keropos dan hancur.
Pecahan kaca kantor dan pecahan asbes plafon berserakan di lantai, dinding cat putih telah berubah menjadi serangkaian kata-kata liar tak bermakna. Tangga kantor menuju lantai dua yang berlapis bahan kuningan dan stainless hilang.
Padang ilalang mengelilingi beberapa gedung inti yang dibangun era Gubernur Lampung Sjachroedin ZP pada 27 Juni 2010. Selain Kantor gubernur, terdapat juga gedung DPRD, masjid, dan rumah adat Lampung. Hanya kantor gubernur yang telah rampung pengerjaannya, selebihnya hanya rangka.
“Setelah Pak Sjachroedin tidak gubernur, gedung ini ‘sarang’ orang berbuat maksiat. Tempat main anak muda, pecahin kaca kantor. Fasilitas kantor, (bahan) kuningan dan stainless tangga dan lampu-lampu hilang dicuri,” kata Ahmad (32 tahun), petani singkong di sekitar calon kantor gubernur Lampung saat ditemui Republika.co.id, Jumat (4/8/2023).
Menurut dia, Kota Baru ini seperti kota mati selama lima tahun pada zaman Gubernur Lampung dijabat M Ridho Ficardo. Kondisi bangunan semakin amburadul tak karuan, tidak dijaga, dan bebas orang keluar masuk, padahal ini aset pemerintah yang seharusnya dijaga dan dipelihara.
“Ini kantor dibangun pakai uang rakyat tidak sedikit. Saya heran kenapa dibiarkan. Sayang dan mubazir saja,” kata Ahmad, sarjana teknologi yang beralih profesi menjadi petani singkong dan jagung di area Kota Baru milik bapaknya.
Kota Baru bagian proyek strategis Gubernur Sjachroedin ZP saat menjabat gubernur untuk kedua kalinya periode 2009-2014. Lahan hasil tukar guling (alih fungsi lahan) dengan PTPN VII seluas 1.669 hektare (ha) tersebut dari kebun karet dan sawit akan disulap jadi kompleks Pemprov Lampung, kantor muspida, sarana pendidikan dan kesehatan, serta sosial.
Ide dan tujuan pemindahan kantor Pemprov Lampung dari Telukbetung, Bandar Lampung ke Kota Baru, Lampung Selatan, untuk mengantisipasi kepadatan penduduk, kemacetan arus lalu lintas, dan juga pengembangan wilayah sebagai penyanggah ibukota provinsi, seperti kawasan Jabodetabek.
“Siapa pun gubernurnya harus mempertanggungjawabkan, saya sebagai gubernur terpilih harus meneruskan (pembangunan kota baru),” kata Arinal Djunaidi didampingi Wagubnya Chusnunia menjawab Republika.co.id di Bandar Lampung, Ahad (1/7/2018), setelah terpilih menjadi gubernur Lampung.
Setelah Presiden Jokowi melantik pasangan Arinal Djunaidi- Chusnunia di Jakarta pada 12 Juni 2019, komitmen itu seharusnya terlaksana. Terlebih, Arinal pernah terlibat dalam proses lahirnya Kota Baru, saat menjabat kepala Dinas Kehutanan.
Belum genap setahun menjabat, Covid-19 melanda. Selama dua tahun, sesuai arahan pemerintah pusat, separuh anggaran Pemprov Lampung dialokasikan ke penanganan Covid-19. Pemilu serentak digelar pada tahun 2024, jabatan Arinal terpangkas menjadi Desember 2023, tak genap lima tahun.
Nasib kelanjutan pembangunan Kota Baru Lampung kembali kandas era jabatan Arinal Djunaidi. Dua gubernur yakni M Ridho Ficardo dan Arinal Djunaidi tak mampu merampungkan megaproyek Kota Baru yang dirintis Sjachroedin ZP. Padahal, program tersebut telah termaktub pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung, dan Perda Nomor 3 tahun 2013 tentang Pembangunan Kota Baru.
Sesuai perda, pembangunan Kota Baru dimulai 27 Juni 2010. Telah berdiri bangunan calon kantor gubernur, gedung DPRD, masjid, rumah adat, dan rumah sakit. Pembiayaan melalui beberapa termin, dan telah habis sekira Rp 300 miliar lebih.
Luas lahan Kota Baru Lampung 1.669 ha, terdiri dari 350 ha untuk pusat pemerintahan dan 1.319 ha untuk lahan komersial. Pembukaan jalan menuju kawasan sepanjang 3,5 KM terbentang dengan alokasi anggaran land clearing Rp 18,9 miliar. Saat ini, kondisi jalan beberapa titik rusak berat, dan pernah dikunjungi Presiden Jokowi pada 5 Mei 2023.
Landa (59 tahun), praktisi hukum di Bandar Lampung mengatakan, tidak jelasnya perda yang dibuat DPRD dan Pemprov Lampung membuat pelaksanaan kelanjutan proyek Kota Baru semakin sulit terlaksana sesuai harapan.
“Perda tidak punya taji. Penyusunan perda juga bisa jadi memakan anggaran lumayan. Sayangnya kemungkinan tidak ada pasal yang mewajibkan gubernur berikutnya melanjutkan proyek tersebut,” kata Landa, magister hukum Universitas Lampung.
Menurut dia, rencana proyek Kota Baru tersebut sebagai ambisi dan keinginan pemimpin saja, yang belum tentu sama (persepsinya dengan pihak lain) dan menjadi kebutuhan rakyat banyak. Mengenai lahan Kota Baru, statusnya dan mekanismenya bagaimana, apakah sudah masuk sebagai aset Pemprov Lampung.
Era Gubernur Arinal Djunaidi yang akan berakhir pada Desember 2023, dan akan pilkada gubernur pada tahun 2024, jadilah Kota Baru semakin terbengkalai lebih dari 12 tahun.