Perludem Bantah Dalil Pemohon Gugatan Syarat Usia Capres dan Cawapres
Perludem hadir di sidang MK sebagai pihak terkait.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) hadir sebagai Pihak Terkait dalam sidang pengujian Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (8/8/2023). Pengujian ini terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Perwakilan Perludem, Kahfi Adlan Hafiz membantah dalil para pemohon yang menyebut batas usia dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bersifat diskriminatif. Menurutnya, dalil para pemohon justru mengangkat isu diskriminasi terhadap umur.
Padahal, lanjut Kahfi, menurut WHO, ageism dilihat sebagai diskriminasi, stereotip, dan prasangka terhadap seseorang atau satu kelompok berdasarkan usia. Dalam permohonannya, para pemohon lebih banyak menjelaskan ada temuan-temuan para ahli yang melihat usia tertentu sebagai usia yang dapat menghadirkan kepemimpinan yang ideal.
Para Pemohon meletakkan usia 35 tahun sebagai batas minimal syarat menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. Menurut Perludem, bila mengatakan batas usia 40 tahun adalah diskriminasi usia, maka menurunkannya menjadi 35 tahun juga merupakan bentuk ageism atau diskriminasi usia bila menggunakan logika yang sama.
Sehingga, kata Kahfi, isu yang dibawa Pemohon bukanlah isu diskriminasi usia, melainkan isu tentang usia mana yang ideal untuk kemudian menjadi capres atau cawapres. "Dan di dalam permohonan ini, kita tidak melihat ada isu diskriminasi usia, sehingga tidak terdapat isu konstitusionalitas dalam permohonan a quo," kata Kahfi di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman pada Selasa (8/8/2023).
Kahfi menyebut adanya komponen open legal policy sekaligus sikap MK tentang syarat usia pejabat publik. Perludem melihat ini dari beberapa putusan MK, yaitu Putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007, Putusan MK Nomor 37/PUU-VIII/2010, dan Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011.
Pada Putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007 yang mengujikan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap UUD 1945, MK memberikan penilaian UUD 1945 tidak menentukan batas minimun tertentu yang berlaku umum untuk aktivitas pemerintahan.
"Artinya UUD 1945 menyerahkan penentuan batasan usia kepada pembentuk undang-undang untuk mengaturnya. Oleh UUD 1945, hal ini dianggap sebagai bagian dari kebijakan hukum pembentuk undang-undang," ujar Kahfi.
Kahfi juga mengungkapkan permohonan yang didalilkan para pemohon ini berakibat langsung maupun tidak langsung terhadap ketidakpastian kerangka hukum penyelenggaraan pemilu. Sebab batas minimum pencalonan presiden dan wakil presiden yang minta diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun diajukan mendekati masa pemilu.
"Sangat disayangkan, ketika di tengah tahapan Pemilu 2024 justru muncul keinginan implisit untuk mengubah banyak hal, mulai dari sistem pemilu dan sekarang mengenai syarat usia capres yang akan memunculkan ketidakpastian bagi kerangka hukum pemilu," ujar Kahfi.
Diketahui, permohonan Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI/Pemohon I) dan sejumlah perseorangan warga negara Indonesia, yakni Anthony Winza Probowo (Pemohon II), Danik Eka Rahmaningtyas (Pemohon III), Dedek Prayudi (Pemohon IV), dan Mikhail Gorbachev (Pemohon V).
Pasal 169 huruf q UU Pemilu berbunyi, “Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden. Adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.” Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Senin (3/4/2023), para Pemohon melalui Francine Widjojo menyatakan batas minimal syarat umur untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden pada norma tersebut dinyatakan jelas yakni 40 tahun.
Sementara para pemohon saat ini berusia 35 tahun, sehingga setidak-tidaknya batas usia minimal usia calon presiden dan wakil presiden dapat diatur 35 tahun dengan asumsi pemimpin-pemimpin muda tersebut telah memiliki bekal pengalaman untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden.
Sementara itu, Partai Garda Perubahan Indonesia (Partai Garuda) yang diwakili Ahmad Ridha Sabana (Ketua umum Pimpinan Pusat Partai Garuda) dan Yohanna Murtika (Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Garuda) tercatat menjadi Pemohon Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023. Pemohon mempermasalahkan aturan mengenai syarat usia calon presiden dan wakil presiden sebagaimana tercantum dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Dalam sidang pendahuluan, Partai Garuda menyebutkan sebagai peserta Pemilu 2024, Pemohon hendak mencalonkan kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun untuk menjadi calon wakil presiden. Pasalnya, banyak kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun yang memiliki potensi dan pengalaman dalam pemerintahan.
Adapun perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 dimohonkan oleh Erman Safar (Wali Kota Bukittinggi Periode 2021-2024), Pandu Kesuma Dewangsa (Wakil Bupati Lampung Selatan Periode 2021-2026), Emil Elestianto Dardak (Wakil Gubernur Jawa Timur Periode 2019-2024), Ahmad Muhdlor (Bupati Sidoarjo Periode 2021-2026), dan Muhammad Albarraa (Wakil Bupati Mojokerto Periode 2021-2026). Para pemimpin di daerah yang masih berusia muda tersebut mengujikan persyaratan usia untuk menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden.