Guru Honorer Cabuli 13 Siswi SD di Minahasa, KemenPPPA: Akibat Ketimpangan Kuasa
Terduga pelaku telah merusak tahapan tumbuh kembang para korban usia 10-12 tahun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengungkap kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh tenaga pengajar terhadap anak didiknya masih terus terjadi. Kasus yang terbaru dugaan pencabulan terhadap 13 siswa sekolah dasar (SD) terjadi di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Pelakunya diduga adalah guru honorer berinisial CA. Pria berusia 29 tahun itu saat ini sudah ditahan oleh pihak Polda Sulawesi Utara. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar mengapresiasi gerak cepat dari aparat pihak kepolisian Polda Sulawesi Utara.
"Kami prihatin dengan kasus ini dimana pelakunya justru tenaga pendidik yang seharusnya memberikan ruang pengajaran yang aman bagi anak sebagai pelindung dan panutan anak didiknya," kata Nahar dalam keterangannya pada Selasa (8/8/2023).
Dalam hal ini, Nahar menyebut, terduga pelaku telah merusak salah satu tahapan tumbuh kembang para korban yang rata-rata berusia 10–12 tahun.
"Kami mendorong pihak kepolisian untuk mengenakan ancaman pidana sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak," ujar Nahar.
Kasus ini, menurut Nahar, terjadi karena adanya ketimpangan relasi kuasa yang besar antara terduga pelaku dan korban. Para korban tidak memiliki kuasa untuk melawan tindakan yang dilakukan oleh terduga pelaku yang dalam aksinya juga disertai dengan tindak ancaman dan bujuk rayu yang memosisikan korban berada dalam tekanan psikologis.
"Posisi anak didik sangat lemah, apalagi pelaku juga biasanya mengancam para korban," ujar Nahar.
Pelaku diduga telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak yang melanggar Pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Selanjutnya, dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana yang dimaksud karena terduga pelaku merupakan pendidik sesuai Pasal 82 Ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Pelaku dapat dikenakan pidana tambahan karena berstatus tenaga pendidik," kata Nahar.
Saat ini, semua korban sudah kembali bersama dengan orang tua mereka masing-masing dan telah kembali bersekolah. Untuk penanganan traumanya, para korban sudah mendapatkan penjangkauan oleh Dinas PPPA Kabupaten Minahasa. Kemudian, tim gabungan akan memantau proses hukum yang sedang berjalan sesuai dengan UU Perlindungan Anak.
"Dibutuhkan pendampingan psikologis yang intensif kepada para korban agar dapat mengikuti proses hukum secara maksimal dan pendampingan yang bersifat rehabilitatif atau intervensi psikologis untuk fungsi pemulihan dari dampak traumatis yang ditimbulkan dari peristiwa yang dialami," ujar Nahar.