Cina Susun Aturan Penggunaan Data Pengenalan Wajah

Penggunaan teknologi di Cina harus mematuhi hukum dan peraturan negara setempat.

Flickr
Pemindai wajah (ilustrasi). Cina akan menyusun aturan penggunaan data pengenalan wajah.
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan yang menggunakan pengenalan wajah di Cina akan diminta untuk mendapatkan persetujuan atau izin hukum sebelum mengumpulkan informasi pribadi, kata draf peraturan yang dirilis Selasa (8/8/2023). Meski begitu, penetapan aturan tersebut tidak akan berlaku untuk beberapa badan.

Baca Juga


Dilansir Japan Today, Rabu (9/8/2023), Cina adalah salah satu masyarakat yang paling diawasi di bumi, dengan ribuan kamera CCTV tersebar di seluruh kota dan teknologi pengenalan wajah banyak digunakan dalam segala hal mulai dari penegakan hukum sehari-hari hingga represi politik. Rancangan peraturan yang dikeluarkan oleh Cina Cyberspace Administration memperingatkan bahwa penggunaan teknologi harus “mematuhi hukum dan peraturan, mematuhi ketertiban umum, menghormati moralitas sosial, memikul tanggung jawab sosial, dan memenuhi kewajiban untuk melindungi informasi pribadi”.

Penggunaan teknologi untuk menganalisis etnis atau agama  dilarang, dan pemrosesan data wajah hanya dapat dilakukan dengan persetujuan individu atau izin hukum tertulis. Itu juga tidak boleh digunakan untuk membahayakan keamanan nasional, merugikan kepentingan publik atau “mengganggu tatanan sosial”, kata peraturan itu.

Teknologi tersebut dapat digunakan “hanya jika ada tujuan khusus dan kebutuhan yang cukup, dan jika tindakan perlindungan yang ketat diambil”, bunyi salah satu pasal peraturan tersebut. Namun, ditetapkan, aturan tersebut tidak akan berlaku bagi mereka yang “tidak diharuskan oleh undang-undang dan peraturan administratif untuk mendapatkan persetujuan pribadi”. Itu tidak menentukan apa itu. Peraturan tersebut akan mulai berlaku pada 7 September setelah masa konsultasi publik.

 

Sejumlah perusahaan pengenalan wajah dan pengawasan terkemuka Cina telah menghadapi sanksi dari Amerika Serikat (AS) atas dugaan peran mereka dalam penindasan. Raksasa pengawasan milik negara Hikvision masuk daftar hitam di AS karena diduga membantu Beijing melakukan “kampanye represi”.

SenseTime yang terdaftar di Hong Kong ditempatkan pada daftar hitam serupa pada 2019 atas penggunaan teknologinya dalam pengawasan massal di wilayah barat Xinjiang. Pada pameran industri di Beijing pada bulan Juni, AFP melihat sejumlah perusahaan terkemuka menampilkan teknologi yang memungkinkan mereka mengidentifikasi perilaku yang “tidak diinginkan” dan memindai wajah dari jarak lebih dari 100 meter.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler